Nationalgeographic.co.id - Tarakan merupakan kota penting bagi Kekaisaran Jepang pada Perang Dunia II untuk memperluas pengaruhnya di kancah Pasifik. Peran kota ini, selain untuk menguasai sumber daya alam yang dikuasai Belanda, juga menjadi pintu masuk menuju Pulau Jawa, jantung Hindia Belanda pada 1942.
Tarakan juga merupakan jalur penting Alur Kepulauan Indonesia (ALKI) 2 yang menghubungkan Filipina, Asia Timur, dan Australia. Semasa Perang Dunia II pun menjadi jalur evakuasi Jenderal MacArthur dari Manila, ke Tawitawi, hingga ke Australia.
Pada akhir Perang Dunia II, Sekutu berencana menguatkan kembali pengaruhnya dari Blok Poros. Tarakan pun menjadi kota penting untuk mengusir Jepang.
Jurnalis senior Kompas Iwan Ong dalam Webinar Ilmu Sejarah Bersama Pakar, Selasa (22/06/2021) berpendapat, usaha Sekutu merebut kembali Hindia Belanda adalah hal yang tidak mudah. Mereka harus berperang dari pulau ke pulau, dari Hollandia (Jayapura), kemudian Biak, dan Morotai.
"Operasi [di Biak] ini penting sekali. Sampai hari ini Amerika mencari kabar tentang jenazah serdadunya yang sekitar 500-600 orang, dan Jepang kehilangan sekitar yang gugur hampir 6.000 orang termasuk pasukan Heiho Indonesia yang nantinya ikut berperang di Tarakan," papar Iwan.
Kerumitan yang dihadapi Sekutu karena setiap pertempuran mereka berhasil menyentuh pesisir pulau, karena dibiarkan oleh Jepang. Tetapi ketika serdadu masuk ke daratan, pihak Jepang langsung menggempurnya.
"Berbeda dengan pertempuran di Eropa, yang ketika pasukan melakukan pendaratan langsung digempur," lanjutnya. Ketika pulau Biak berhasil dikuasai, dan dilanjutkan dengan Morotai, Sekutu pun melanjutkannya ke Tarakan.
Baca Juga: Nyaris Terlupakan, Balikpapan Menandai Pertempuran Akbar Penutup PD II
Pertempuran Tarakan sendiri baru dimulai pada 1 Mei 1945. Pihak militer Sekutu yang sangat berpengaruh adalah Australia, sedangkan Belanda memiliki kontribusi yang sangat sedikti. Amerika Serikat lebih berperan di Tarawa, Filipina.
Selain dari Australia, persiapan yang dilakukan sebenarnya sudah ada lewat pasukan Belanda dan KNIL yang dibentuk di negeri kangguru itu. Amerika Serikat lewat kekuatan marinirnya juga melatih kekuatan di selatan Amerika, terang Iwan.
"Pertempurannya cukup kejam. Australia masuk dari Pulau Sadau, kemudian menggempur pantai pendaratan di sebelah selatan pantai barat Tarakan," Iwan berpendapat. "Berbeda dengan pasukan Jepang yang masuk dari hutan rimba ketika menyerang Tarakan pada Januari 1942."
Ada beberapa alutsista yang digunakan Sekutu seperti tank matilda, flam thrower, dan bom napalm. Bom napalm ini bahkan digunakan untuk meghancurkan benteng pertahanan Jepang di perbukitan Tarakan.
"Dan [menggunakan senjata] ini kejam sekali. Duginakan sampai Perang Vietnam, dan juga oleh TNI kita dalam operasi TimTim," katanya.
Kontak senjata antara Sekutu dan Jepang terakhir terjadi pada September 1945. Tetapi di puncak pertempuran itu, sudah terlihat jelas akan kemenangan Sekutu di Tarakan. Beberapa serdadu Jepang melarikan diri menggunakan perahu mereka, tetapi tertangkap oleh angkatan laut Australia.
Jurnalis sejarah Tirto Patrik Matanasi berpendapat dalam forum yang sama, Australia memiliki peran bagi pihak Indonesia atau Hindia Belanda di masa transisi kemerdekaan.
"Lewat Australia juga berita kemerdekaan, kekalahan Jepang, itu bisa sampai di telinga orang Tarakan dan Balikpapan," jelasnya.
Baca Juga: Pertempuran Tsushima, Kejayaan Militer Jepang Melawan Dominasi Eropa
Belanda yang ingin menguatkan pengaruhnya pun mengumpulkan sisa KNIL yang pernah bertempur di Tarakan pada 1942 dalam Batalyon XIV yang baru. Kerajaan yang sempat hancur dikuasai Nazi Jerman itu memboncengi Sekutu, tetapi mereka datang tak punya kontribusi besar dan tak semati-matian layaknya Amerika Serikat dan Australia.
Meski Belanda berhasil mengumpulkan para mantan KNIL yang terdiri dari pasukan lokal, tertnyata pergesekkan orang Indonesia dengan Belanda terjadi.
"Tentara Australia merasa kasihan pada rakyat sipil di Tarakan," lanjut Patrik. "Mereka sering menjula senjata mereka kepada orang Indonesia, kemudian dipakai untuk melawan tentara Belanda."
"Balikpapan dan Tarakan itu adalah daerahnya dari gerakan bawah tanah anti-Belanda tahun 1946, yang mengalami masa-masa pegawai perminyakan. Bahkan serdadu KNIL orang Indonesia diam-diam melawan tentara Belanda," pungkasnya.
Baca Juga: Mencairnya Gletser Singkap Gua Penampungan Perang Dunia dan Artefaknya
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR