Mencari Indonesia
Jalur rempah adalah kisah pertemuan. Kisah silaturahmi. Kadang begitu hangat, di saat lainnya panas penuh gejolak. Bila kehangatan rempah itu masih kita warisi hingga kini, maka seharusnya Jalur Rempah hari ini juga mempertemukan kita dengan banyak pemikiran dan gagasan yang melampaui batasan-batasan budaya.
...antara Negarakertagama, Pararaton, dan prasasti itu ada jarak-jarak yang memisahkan keotentikan, dalam artian keabsahan sumber. Pararaton itu paling jauh dapat dipercayanya. Terus Negarakertagama, memang sezaman Majapahit. Tapi masih harus di cek karena tidak semuanya benar. Ingat itu! Tidak semuanya benar yang dikemukakan di situ!”
Kami terdiam. Sumpah Palapa tidak ada. Uraian panjang lebar dari Hasan Djafar seketika membuyarkan imajinasi kami tentang kejayaan Majapahit. Saat itu saya menemani dua desainer dan seorang mahasiswa.
Pada awalnya, para desainer amat bersemangat untuk memaparkan ide komik Mahapatih Gajah Mada yang mengumandangkan Sumpah Palapa. Mang Hasan juga menolak asumsi umum bahwa Majapahit merupakan cikal bakal bersatunya Nusantara yang kelak menjadi model negara Indonesia, termasuk Gajah Mada sebagai figur penting pemersatu Nusantara melalui Sumpah Palapa.
Menurutnya, apabila Gajah Mada memang betul-betul mempersatukan Nusantara yang ditandai dengan sebuah sumpah, peristiwa ini merupakan kejadian penting. Sudah seyogyanya, peristiwa ini pasti terekam dalam dokumen kerajaan yang resmi, dalam hal ini prasasti.
Baca Juga: Pesan Teladan Kemajemukan Budaya dari Metropolitan Majapahit
Akan tetapi, kenyataannya tidak ada satu pun dokumen yang ditemukan. Mulai upala prasasti (dokumen dipahatkan pada batu), tamra prasasti (arsip kerajaan yang dipahatkan pada tembaga), maupun ripta prasasti (arsip yang dituliskan pada lontar untuk para saksi). Sesi konsultasi hari itu memberikan pelajaran baru: betapa miskinnya pengetahuan kami dan betapa kurangnya kami membaca.
Kevin Sim mendengar Jalur Rempah untuk pertama kalinya pada tahun 2015 dari para dosen yang kala itu sedang melaksanakan tugas pengabdian masyarakat sebagai perancang pameran yang sama di Museum Nasional. Mengikuti arahan dari sang dosen, ia ikut terlibat sebagai mahasiswa magang di proyek pameran tersebut. Ia pun harus mengikuti sesi konsultasi dengan para narasumber ahli, salah satunya Mang Hasan.
Meski demikian, pemuda kelahiran tahun 1993 ini mengaku tidak suka pelajaran sejarah. Awalnya, narasi Jalur Rempah membuat dahinya berkerut, …ini ngomongin apa sih? Bukannya ini soal bumbu dapur doang ya? Kenapa jadi ribet begini sejarahnya?” ujarnya sambil tertawa.
Baca Juga: Kayu Manis, Bagaimana Kitab Suci dan Kita Memuliakan Rempah Ini?
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR