Nationalgeographic.co.id—Terdapat 'benteng pertahanan terakhir' yang dimiliki es di Arktika. Para ilmuwan sebelumnya memperkirakan, tempat ini menjadi kawasan terakhir di Kutub Utara yang akan meleleh di masa depan berkat lapisan esnya yang tebal.
Kawasan yang disebut "The Last Ice Area" ini membentang lebih dari 2.000 kilometer, di pantai utara Greenland hingga ke bagian barat Kepulauan Arktika, Kanada. Es laut di sana dianggap cukup tebal untuk bertahan mlewati suhu hangat di musim panas belahan utara. Bahkan, es laut yang biasanya berusia lebih dari lima tahun membeku, bisa memiliki ketebalan sekitar empat meter.
Namun zona beku ini, berdasarkan studi terbaru di Communications Earth & Environment, memperkirakan tempat itu lebih rentan terhadap perubahan iklim. Laporan itu dipublikasikan Kamis (01/07/2021).
Tentunya, temuan ini berbeda dari dugaan para ilmuwan sebelumnya, tulis para peneliti. Mereka melaporkan bahwa Laut Wandel di bagian timur area itu telah kehilangan 50% lapisan es di atasnya selama musim panas tahun lalu.
Kondisi cuaca berperan mendorong penurunan itu. Akan tetapi, perubahan iklim memungkinkan hal itu dengan menipiskan es secara bertahap dari tahun ke tahun. Tandanya, mereka berpendapat, pemanasan global dapat mengancam kawasan lebih dari sekedar yang diprediksikan dari model perubahan iklim sebelumnya.
Cairnya wilayah lain kutub utara sendiri dapat menimbulkan masalah bagi hewan yang bergantung pada es laut untuk berkembang biak, berburu, dan mencari makan.
"[Tempat ini] telah dianggap sebagai tempat perlindungan bagi spesies yang bergantung pada es di masa depan yang minim es di Arktik," kata Kristin Laidre, salah satu penulis penelitian dikutip dari Live Science.
"Jika, seperti yang ditunjukkan oleh makalah itu, area berubah lebih cepat dari yang diperkirakan, itu mungkin bukan tempat perlindungan yang selama ini kita andalkan."
Dalam puluhan tahun terakhir, arus laut dianggap telah memperkuat lapisan es di kawasan The Last Ice Area dengan bongkahan es laut yang mengambang.
Axel Schweiger, ketua penelitian terbaru itu mengatakan hasil kajiannya bersama tim berkata lain. Mereka menemukan bahwa pada tahun 2020, angin utara yang membawa bongkahan es menjauh dari Greenland. Sehingga menciptakan bentangan perairan terbuka yang dapat dihangatkan oleh matahari.
Baca Juga: Seekor Walrus Arktik Tertidur di Atas Gunung Es, Terbangun di Irlandia
Lalu, air dengan suhu hangat menyebar lewat bagian bawah es laut untuk mendorong pencairan lebih banyak lagi.
Sebenarnya para ilmuwan pertama kali menduga ada sesuatu yang tidak beres di Last Ice Area pada tahun 2018, ketika polynya--hamparan perairan kutub terbuka yang dikelilingi es, muncul pada Februari.
Schweiger dan tim melihat anomali es laut seperti itu di Laut Wandel saat mengumpulkan data penelitian untuk Observatory for the Study of Arctic Climate (MOSAiC) pada 2019 hingga 2020.
Saat ia mencari perkiraan di mana kapal penelitian bisa lewat, dia dan tim memperhatikan bahwa kapal itu mengambil jalur yang sepertinya aneh. Jalur itu melewati kawasan yang biasanya tertutup es tebal.
Baca Juga: Lubang Besar di Lapisan Ozon, Dampak Penggunaan Bahan Kimia di Bumi
"Kami mulai bertanya-tanya apa yang terjadi dan mengapa, dan apakah itu berpotensi terkait dengan apa yang kami lihat di acara 2018," kata Schweiger.
Lantas pengamatan satelit dan model iklim dilakukan, dan menemukan angin bergerak ke utara yang tidak biasa memecah es laut, serta mendorongnya menjauh dari Laut Wandel.
Faktanya, Schweiger mamparkan, lapisan es laut terendah pada tahun 2020 akan lebih rendah lagi jika bukan karena es tebal yang mengapung ke daerah itu selama musim dingin tahun itu.
Hilangnya lapisan es ini tidak mungkin terjadi jika perubahan iklim belum terjadi di Last Ice Area. Nyatanya, sekitar 20% dari kejadian hilangnya lapisan es pada 2020 terjadi akibat perubahan iklim. Sedangkan 80% sisanya berhubungan dengan anomali angin dan arus laut, tulis tim dalam laporan.
Baca Juga: Es Laut Kutub Utara Berada di Rekor Terendah Kedua
Proyeksi iklim melaporkan bahwa es laut di musim panas akan meleleh di Kutub Utara kecuali benteng terakhir es itu. Daerah itu diprediksikan akan lenyap sepenuhnya sesegera mungkin pada tahun 2040, terang para ilmuwan sebelumnya.
Tetapi laporan ilmiah terbaru belum memastikan kapan atau apakah kawasan ini bisa mencair sepenuhnya, dan bagaimana tren pencairannya bisa dipercepat beserta perkiraannya yang terbaru.
"Mengingat hasil kami, kami berharap untuk melihat kawasan besar perairan terbuka di daerah ini lebih sering," sambung Laidre.
Hal yang penting untuk dikembangkan dalam penelitian ke depan adalah bagaimana hal itu mempengaruhi satwa liar laut. Sebab hal itu juga sulit diprediksi, ujarnya.
Baca Juga: Samudra di Dunia Kini Ada Lima: Mari Mengenal Samudra yang Terbaru
Source | : | Nature,Live Science |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR