"Ketiga tokoh tersebut berjasa besar menyiapkan pendirian ITB mulai 1914 dengan mengumpulkan uang sebesar 500 ribu gulden," jelas Djoko Gabriel. Ia merupakan alumnus yang masuk Teknik Industri ITB pada 1976, dan sempat menjadi Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Djoko mengungkapkan, dana pendirian tersebut dikumpulkan dari kontribusi masyarakat, khususnya orang Tionghoa. Dari usaha mereka, berdirilah Technische Hoogeschool te Bandung (THS) pada tahun 3 Juli 1920, yang sekarang diperingati sebagai dies natalis (hari lahir) ITB.
Pada awal pendiriannya, THS hanya membuka jurusan teknik sipil. Mereka menampung 28 mahasiswa yang menjadi angkatan pertama di THS. Empat di antaranya merupakan orang Tionghoa. Akan tetapi, posisi tenaga pengajar baru diisi oleh akademisi Belanda saja.
Baca Juga: Nikmati Wisata Bandung Tempo Dulu: dari Jalanan Kaya Akan Sejarah Hingga Kuliner Nan Renyah
Setelah 22 tahun, kehidupan akademik di THS sempat terhenti oleh pendudukan Jepang di Hindia-Belanda. Oleh Jepang, THS diganti namanya menjadi Bandung Kogyo Daigaku. Tidak banyak catatan yang terekam pada kehidupan kampus di masa pendudukan ini.
Kegiatan THS baru kembali normal setelah Proklamasi kemerdekaan. Oleh pemerintah Indonesia, THS diubah menjadi Fakulteit Teknik, yang bersama dengan Fakulteit Ilmu Pasti dan Ilmu Alam (FIPIA) menjadi bagian dari Universiteit Indonesia (UI) cabang Bandung.
"Pada saat itu, [jumlah perguruan tinggi] hanya segelintir dan dapat dihitung dengan jari," kata Dali. Oleh karenanya, banyak orang Tionghoa yang memilih menjadi mahasiswa di UI, termasuk di Bandung. Para mahasiswa Tionghoa dapat ditemukan di 11 jurusan UI Bandung saat itu, seperti Farmasi, Apoteker, dan Teknik Kimia.
Baca Juga: Jejak Cina Timor: Dari Cendana, Kuomintang, Hingga Masa Kini
Penulis | : | Eric Taher |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR