“Dipanagara bukanlah sosok yang mudah dimengerti—baik pada masanya apalagi masa kini,” ungkap Budi N. D. Dharmawan. Untuk kesekian kalinya, dia kembali dalam penugasan bertema sejarah. “Bagi saya sendiri sejarah bukanlah melulu masa lalu, namun juga tentang masa kini.”
Dia melakukan napak tilas ke berbagai tempat yang pernah disinggahi Sang Pangeran di pedalaman Yogyakarta. Dari perziarahan hingga situs pertempuran. Pergolakan itu telah menimbulkan untaian peristiwa memilukan. “Sulit melihat peristiwa ini secara hitam dan putih. Konteks politik dan sejarah waktu itu mesti dipahami.”
“Foto ini sangat sederhana,” ungkap Budi. Warnanya kurang natural karena ia memotret dari balik kaca mobil. Dia menyimpan kenangan rasa dalam bingkai pemandangan desa dengan jalanan berkelok yang membelah rumput hijau. Langit birunya menawarkan ketenangan dan kedamaian. “Yang agak mencekam bagi saya,” ungkapnya, “bahwa di sawah dan ladang di Kulonprogo ini, hampir 200 tahun silam, telah terjadi pertempuran sengit antara pasukan Belanda dan pengikut Dipanagara yang akhirnya menewaskan ratusan prajurit dari kedua kubu.” —Mahandis Y. Thamrin
REKOMENDASI HARI INI
Jamu: Warisan Budaya Penguat Ketahanan Pangan dan Emansipasi Perempuan
KOMENTAR