Dalam laporan para peneliti, aktivitas kelompok minoritas ini membuat mereka lebih bisa diterima secara sosial. Kecenderungan ini muncul lantaran mereka sendiri kerap mendapatkan sambutan yang kurang baik di kalangan masyarakat.
Sedangkan kelompok pekerja, perempuan mendapatkan tantangan lain. Mereka mendapatkan beban ganda karena harus bekerja dari rumah (work from home), sekaligus menangani urusan keseharian rumah tangga.
Ida menyebut, perempuan harus menjadi ahli gizi, guru untuk anak-anaknya yang sekolah, mengajarkan nilai agama, dan harus menjadi psikolog bagi suaminya yang tertekan karena PHK.
Akibatnya, tidak mudah bagi mereka untuk mengerjakan pekerjaan. Terutama, dalam keluarga yang tidak memiliki ruang kerja atau kamar sendiri-sendiri, membuat situasi bekerja makin tidak kondusif.
"Ketika mempresentasikan hasil riset ini di ISRL (International Symposium on Religious Life) 2020, kami mendapat masukan yang bagus, bahwa membicarakan perempuan seharusnya juga melibatkan laki-laki. Karena situasi perempuan hanya akan berubah jika kedua pihak melakukan perubahan,” Ida menerangkan.
"Jadi laki-laki harus dilibatkan dalam diskusi untuk hal seperti itu, yaitu berbagi beban dan peran. Tidak ada cara lain. Suami bolehlah juga mencuci, memasak, dan sebagainya, jika diperlukan. Apalagi, itu tujuannya demi keluarga."
Baca Juga: Kilas Balik Perempuan Indonesia: Jejak Perempuan Untuk Perubahan
Leonard mengaku, bahwa penelitian ini masih awal, terbatas, dan tidak bisa merangkum respons semua perempuan di masa pagebluk. Kendati demikian, temuan ini dapat memberi gambaran apa yang dialami.
Ida menambahkan, “Dari riset ini terlihat bagaimana situasinya dan manuver yang mereka lakukan. Harapannya kita semua bisa mengetahui, lalu berbagi beban dan peran,” Ida menambahkan.
Merupakan hal yang sangat mungkin untuk mengembangkan penelitian ini. Ida menduga akan adanya perempuan yang semakin tertekan dan rentan, terutama yang harus berperan dalam penanganan penderita anggota keluarganya di rumah saat isolasi mandiri.
Baca Juga: Prajurit Estri, Perempuan Perkasa yang Ditakuti Pemerintah Kolonial
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR