Masyarakat Kampung Payung-Payung telah bersiap bila ada yang datang dan ingin menikmati kehadiran penyu di sekitar kampung mereka. Padang lamun dari jenis Halodule uninervis yang tumbuh subur di situ mengundang penyu merumput sejak tiga tahun belakangan ini. Di sisi barat kampung itu, tepatnya di Teluk Pea, terdapat sebuah tempat yang unik lagi. Bila pasang naik, ratusan penyu lewat di bawah kolong jembatan dan merumput di padang lamun dari spesies Enhalus acoroides yang lebih kasar daunnya, bertetangga dengan hutan bakau.
Melihat potensi ini, sebagian penduduk sudah menyiapkan rumah mereka sebagai rumah-inap (homestay). Ibu-ibu pun mengorganisir diri untuk membentuk kelompok kuliner.
Selain di Payung-Payung, sebetulnya penduduk di Pulau Derawan sudah terlebih dahulu berkenalan dengan wisata bahari. Saat Pekan Olahraga Nasional tahun 2008, yang sebagian cabang olahraga baharinya dipertandingkan di Pulau Derawan, pemerintah memberdayakan rumah-rumah penduduk dengan perbaikan sarana sebagai tempat menginap atlet.
Saat minggu sore saya tiba di sana, sebagian besar turis lokal sudah kembali ke daratan Berau. Beberapa wisatawan asing masih tinggal, karena mereka menghabiskan waktu cukup lama di kawasan ini untuk menyelam, menikmati keindahan alam bawah laut, termasuk penyu, ikan pari manta, hingga rombongan mamalia laut seperti lumba-lumba dan paus.
!break!
Namun wisata bahari tidak begitu saja bisa langsung menjadi jawaban bagi masalah pelestarian penyu. Walaupun dalam jangka panjang manfaatnya bisa lebih berkelanjutan daripada eksploitasi telurnya, tetap saja ada keprihatinan yang muncul.
Marjolijn Christianen peneliti asal Belanda yang menekuni padang lamun di perairan Pulau Derawan menyampaikan kekhawatriannya”Banyak speed boat yang dijalankan dengan kencang di wilayah air yang dangkal —salah satunya digunakan untuk menarik banana-boat bagi wisatawan— membuat karapas penyu tergores. Selain itu baling-baling mesin speed boat yang dipacu cepat juga membuat rusak padang lamun.”
Ancaman lain yang lebih besar namun tersamar adalah polusi dari daratan Berau dan Pulau Derawan itu sendiri. “Saya mempelajari interaksi nutrien yang ada dalam polusi dan limbah rumah tangga terhadap padang lamun dan hubungan tempat pakan itu dengan penyu hijau.” Jelas Mayo, panggilan Marjolijn.
Polutan membawa nutrien yang menyuburkan alga. Makin banyak alga yang tumbuh di perairan dangkal akan menghalangi sinar matahari untuk mencapai lamun sehingga pertumbuhannya berkurang. Lamun yang menjadi makanan pokok penyu di Pulau Derawan diperkirakan terus berkurang.
!break!
Esok paginya air laut beriak tenang. Matahari dengan pelan beranjak, mengeluarkan wajah bulat merahnya di ufuk timur, nun di balik Pulau Maratua. Saya berenang ke arah bulatan hitam yang bergerak perlahan di padang lamun. Seekor penyu hijau dewasa, diameternya sekitar satu meter sedang asyik merumput sambil beringsut perlahan. Siripnya mengepak tenang. Damai sekali tingkah lakunya.
Semua orang sepakat bahwa penyu bukanlah binatang yang ganas atau membahayakan manusia. Penyu juga bukanlah hama yang merusak atau menjadi vektor penularan penyakit. Bahkan, Kabupaten Berau menempatkan penyu sebagai lambang resmi kabupaten. Mungkinkah terancamnya keberadaan penyu mencerminkan pembangunan yang kurang ramah lingkungan di daerah itu? Masyarakat Berau menanti jawabnya segera.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR