Namun, sesungguhnya, apa sebab Junghuhn menyatakan mundur untuk memboyong kina dari Peru ke Jawa dan menyerahkan misi itu ke Hasskarl?Bukankah ini tindakan yang bertolakbelakang dengan keterpanggilan dan antusiasme besar yang telah diperlihatkan sebelumnya untuk melibatkan diri dalam perintisan pembudidayaan kina di Jawa?
"Karena beban tersebut ternyata begitu berat," ungkap Renate Sternagel, penulis biografi Junghuhn yang pernah tinggal cukup lama di Bandung dan meneliti serta menjadi orang di balik layar acara-acara peringatan Junghuhn. Bisa jadi ini benar, sebab Junghuhn saat itu memang tengah sibuk menyiapkan versi lebih lengkap daripada karyanya yang sudah terbit tentang alam Jawa, sebuah deskripsi tentang geografi, geologi, flora dan faunanya, lengkap dengan peta-peta, gambar-gambar serta profil-profil mengenai pemandangan alam dan bentuk bukit-bukitnya.
Sebagai manifestasi cintanya kepada Jawa, rupanya Junghuhn merasa selalu ada yang kurang di dalam karya utamanya itu. Sebab itu ia merasa perlu memfokuskan pikiran, tidak terganggu oleh hal-hal lain. Alhasil, buku itu berkali-kali terbit dengan terus-menerus ada penambahan. Pada awal 1850, edisi pertama buku itu terbit. Ketika edisi kedua sedang dicetak, pada permulaan 1853, muncul versi yang lebih lengkap dan lebih luas yang rampung pada 1854.
Rudiger Siebert, penulis sketsa kehidupan Junghuhn sebagai "Humboldt dari Jawa"--merujuk pada Wilhelm von Humboldt, naturalis dan petualang asal Jerman, pelopor biogeografi--memangpernah menyatakan bahwa Junghuhn adalah "sosok yang bukan saja sangat mengesankan ketekunannya, melainkan juga tinggi kesadarannya untuk menentukan prioritas." Pandangan ini semakin menguatkan bahwa Junghuhn telah memilih prioritas, yaitu berusaha tekun di tengah amukan ombak kreativitas dengan tidak membiarkan ada secuil pun bahan-bahan dan temuan-temuannya yang luput termuat. Sebab untuk mendapatkan itu, Junghuhn selama bertahun-tahun harus mengalami keadaan serba sulit dan penuh pengorbanan.
!break!
Dalam pengantar edisi bahasa Jerman karya utamanya ini, Junghuhn menggambarkan kesulitan pekerjaannya itu: "di sana saya menghargai dan merawat ilmu yang saya dapatkan persis seperti benda keramat, selama dua belas tahun saya menjelajahi gunung-gunung dan hutan-hutan Sunda yang memesona itu, dengan sengaja saya mengikuti jalan setapak yang sepi, tanpa petunjuk kecuali kecintaan kepada pekerjaan itu dan semangat yang berkobar."
Soal semangat yang berkobar itu bisa jadi bukan omong kosong belaka. Buktinya, meskipun minatnya pada geologi baru muncul saat ia mulai mendaki Gunung Merapi dan Gunung Merbabu pada November 1836, hasil observasi sejak tahun itu sampai 1848 terhadap 40 gunung api di Jawa yang dituangkan dalam dua jilid bukunya sangatlah memukau. Bukunya menjadi ikhtisar pertama dan terlengkap tentang struktur geologi Jawa. Bahkan, hasil observasi dan data-datanya dijadikan alat bukti penting dalam dua perdebatan geologi yang sengit di abad ini.
Debat pertama berkaitan dengan terbentuknya Bumi. "Semua gunung terbentuk dari endapan alias sedimen lautan," ujar kelompok Neptunisme. "Tidak, kebanyakan bebatuan endapan merupakan produk dari api di dalam perut Bumi," balas kelompok Plutonisme. Setelah para Plutonis dapat meyakinkan para Neptunis, debat kedua mengenai terbentuknya gunung api pun dimulai.
Saat itu, yang dominan adalah teori "kawah bukit". Merujuk teori ini, tidak semua gunung api terbentuk seiring waktu karena letusan berulang, melainkan banyak yang terbentuk secara tiba-tiba, berupa gelembung yang dipacu balik oleh daya vulkanis. Gelembung ini pecah di bagian puncak dan meleleh ke dalam, melalui itu terbentuklah kawah bukit raksasa.
!break!
Humboldt, yangjuga menyakini teori itu, kemudian lewat campur tangan Junghuhn terbukti keliru. Setelah menyelidiki secara menyeluruh lautan pasir di Bromo dan tembok kawah yang mengelilinginya, sampailah Junghuhn pada kesimpulan bahwa teori "kawah bukit" salah. Ini yang membuat Charles Lyell, geolog paling tenar saat itu, juga Humboldt dalam karyanya, berutang budi pada hasil observasi Junghuhn tentang gunung api di Jawa.
Junghuhn melengkapi paparannya soal geologi dengan studi mineralogi yang telah dilakukan mulai 1846. Saat itu, Junghuhn ditugaskan mencari mineral bermanfaat oleh pemerintah kolonial, terutama batu bara di Jawa Barat. Ia menemukannya, tetapi eksploitasi dipandang percuma karena kesulitan transportasi. Belakangan, ketika tentara Jepang menduduki Jawa dan mencari sumber-sumber energi, rupanya peninggalan pemerintah kolonial Belanda yang dibuat Junghuhn itu dimanfaatkan oleh mereka. Salahsatunya adalah pembukaan tambang batu bara di Bayah, Banten.
Dalam botani, bidang profesinya yang sejati, Junghuhn telah memberikan sumbangsih besar dengan bukunya itu. Pikirannya sangat maju. Pada jilid pertama ia mengusulkan pentingnya reboisasi hutan secara berencana. Junghuhn merangkai usulan ini dari kekagumannya pada alam yang terus-menerus mengalami perubahan. Ia mengambarkan rangkaian proses yang berlangsung ribuan tahun.Pada saat yang sama, ia juga mengamati kerusakan-kerusakan yang diakibatkan oleh ulah manusia dalam tempo singkat. Terutama di lereng-lereng gunung, ia mengamati dampak dari penebangan hutan. Sungai-sungai kering. Pasokan air ke sawah berkurang. Musim kemarau kawasan gundul menjadi lebih panjang. Lahan gundul yang tidak digarap penuh alang-alang.
Pada jilid pertama pula dia memerikan kondisi yang memungkinkan tumbuhan-tumbuhan asli Jawa hidup. Ia juga menelaah pertanyaan di lokasi mana sajakah tumbuhan-tumbuhan itu dapat ditemukan. Pemetaan tumbuh-tumbuhan Jawa buatan Junghuhn yang lengkap itu masih berlaku sampai hari ini. Membuat geografi tumbuhan merupakan sesuatu yang telah diangankan Junghuhn sejak konsep itu diperkenalkan tokoh idolanya, Humboldt dalam Ideen zu einer Geografie der Pflatzen yang terbit pada 1908. Humboldt mengakui keberhasilan Junghuhn itu. Secara khusus Humboldt bahkan mengirimi Junghuhn surat, "untuk membuktikan penghargaan tinggi yang dibangkitkan di hati saya dan teman-teman saya oleh karya-karya Tuan Doktor Junghuhn."
!break!
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR