Kepala jagawana Zaw Win Khaing, pernah sekali melihat harimau, pada tahun 2002. Dia berjongkok untuk mengukur jejak beruang di sebuah kubangan ketika melihat sesuatu bergerak di sebelah kanannya. Saat ia berdiri, muncul kepala harimau dari balik rumput. “Jaraknya kira-kira sedekat tanaman cabai itu,” ujar sang jagawana sambil menunjuk petak sayuran sekitar lima meter dari situ. “Saya tidak tahu berapa lama saya melihat harimau itu, karena gemetar ketakutan.” Akhirnya, sang harimau masuk kembali ke hutan.
Berdasarkan perkiraan yang bisa dipercaya, mungkin ada 25 harimau dalam Lembah Hukawng—sumbernya adalah seorang tua suku Lisu yang baru saja berhenti memburu harimau. Pada 2006-07 satu-satunya jejak yang ditemukan adalah beberapa selarung yang berasal dari satu harimau, dan pada musim 2007-08, tes DNA dari kotoran yang diperoleh menunjukkan adanya tiga harimau.
Belakang hari saya berbicara dengan Alan Rabinowitz, yang bekerja sama dengan Departemen Kehutanan Myanmar selama satu dasawarsa dan berujung pada pembentukan Suaka Hukawng. “Potensi Hukawng begitu besar,” jawabnya. Dan dia telah menyaksikan habitat harimau yang kembali pulih. “Huai Kha Khaeng berada dalam kondisi buruk saat saya di sana pada 1990-an, dan sekarang menjadi salah satu suaka harimau terbaik di Asia.”
!break!
Huai Kha Khaeng, Thailand
“Saya pertama kali bekerja di sini tahun 1986, saat itu setiap malam ada suara tembakan, setiap hari ada binatang yang mati,” kata Alan Rabinowitz kepada 40 jagawana, pemimpin tim yang mewakili 170 petugas jagawana di taman nasional itu. Kami berkumpul di markas besar Suaka Margasatwa Huai Kha Khaeng, 2.780 kilometer persegi, di bagian barat Thailand. “Yang kita lakukan di sini,” kata Rabinowitz, “Telah mengubah Huai Kha Khaeng dari tempat bermasa depan suram menjadi salah satu habitat harimau terbaik di dunia.”
Dua dasawarsa lalu, mungkin 20 harimau berkeliaran di Huai Kha Khaeng. Sekarang diperkirakan ada 60 ekor di dalam suaka itu dan sekitar 100 ekor di bagian Kompleks Hutan Barat lainnya, yang luasnya enam kali area tersebut. Perbaikan kondisi hutan dan pertambahan mangsa (kasarnya, 50 hewan atau sekitar 3.000 kilogram mangsa hidup per harimau per tahun) menunjukkan bahwa populasi harimau masih bisa terus bertambah.
Keberhasilan upaya penyelamatan harimau dari jurang kehancuran tidak hanya bergantung pada tindakan manusia dalam waktu dekat saja, melainkan juga ketahanan hidup harimau yang luar biasa. Jejak harimau ditemukan di Bhutan di atas ketinggian 4.000 meter, sudah masuk habitat macan tutul salju, sementara harimau di rawa bakau air laut Sundarban di Banglades dan India merupakan perenang kuat dan telah belajar untuk memangsa satwa laut. Harimau bereproduksi dengan baik jika diberi kesempatan. Rata-rata, seekor betina dapat melahirkan sekitar enam sampai delapan anak selama 10-12 tahun masa hidupnya—yang membantu populasi seperti di Huai Kha Khaeng berlipat tiga dalam 20 tahun.
Dalam pertemuan jagawana itu saya menyaksikan dua puluh pemimpin patroli bergantian melaporkan pekerjaan timnya. Presentasi multimedia memperlihatkan peta daerah patroli, jalur yang dilewati, waktu dan personel untuk setiap jalur, serta lokasi titik masalah. Banyak pula informasi dari hasil jepretan jagawana yang menunjukkan semangat melebihi kewajibannya. Di banyak lanskap harimau, jagawana harus puas dengan pakaian kumal dan peralatan bekas, tetapi para jagawana Huai Kha Khaeng berseragam loreng keren yang menandai status mereka sebagai anggota profesi terhormat.
“Aset terbesar Thailand adalah jaminan nasional atas gaji jagawana, komitmen dari pemerintah pusat,” tutur seorang pelestari lingkungan kepada saya. Anggaran operasional musim 2008-09 untuk Huai Kha Khaeng adalah sebesar enam miliar rupiah, dua pertiganya dibayar pemerintah Thailand, sementara sepertiga sisanya berasal dari WCS, pemerintah AS, dan berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional. Dana ini cukup untuk biaya manajemen kantor, pemantauan spesies, pelatihan, pengawasan perdagangan satwa liar, perangkap kamera, dan yang paling penting, patroli 30.600 orang sehari.
Setelah pertemuan itu saya bergabung bersama Anak Pattanavibool, Direktur Program WCS Thailand; Rabinowitz, dan pencari jejak bernama Kwanchai Waitanyakan. Kami menemukan jejak harimau, lebarnya sepuluh sentimeter, yang melangkah penuh percaya diri di antara goresan ceker burung dan jejak telepok telapak gajah.
“Tumpukan seluruh berat badan Anda ke tangan,” perintah Rabinowitz. Lalu dia mengukur kedalaman lekuk tangan saya di pasir. “Satu setengah sentimeter,” katanya. Kedalaman jejak harimau itu hampir empat sentimeter. Jejak ini, menurut perkiraan Pattanavibool, berasal dari seekor jantan dengan berat tubuh lebih dari 180 kilogram.
Di lanskap harimau di luar India, kebanyakan jagawana pernah bertemu pemburu liar, tetapi belum pernah bertemu harimau. Bahkan di Huai Kha Khaeng, lebih kecil kemungkinan harimau terlihat oleh patroli jalan kaki daripada oleh sekitar 180 perangkap kamera.
Tujuan di Huai Kha Khaeng adalah meningkatkan populasi sebanyak 50 persen, menjadi 90 harimau, dan akhirnya menjadi 720 di seluruh Kompleks Hutan Barat. Hal ini menimbulkan spekulasi yang lebih mencengangkan: Jika populasi harimau di suaka yang dikelola dengan baik bisa meningkat tiga kali lipat dalam 20 tahun...
“Ada 1,1 juta kilometer persegi habitat harimau yang tersisa,” kata Eric Dinerstein, ilmuwan kepala dan wakil presiden ilmu konservasi WWF. “Dengan asumsi ada dua harimau per 100 kilometer persegi, kemungkinan ada 22.000 ekor harimau.”
Saat ini, tugas terpenting adalah untuk menyelamatkan sedikit harimau yang benar-benar ada. Tahun Macan, yang perayaannya pada 2010 merupakan tujuan nomor satu sebuah lokakarya harimau yang banyak dipuji di Kathmandu, datang dan pergi tanpa manfaat yang jelas bagi harimau liar di dunia. Pada November 2010, 13 negara macan yang menghadiri Pertemuan Puncak Harimau Global St. Petersburg di Rusia bertekad untuk “berusaha menggandakan jumlah harimau liar di seluruh suaka mereka sebelum tahun 2022.”
Pada bulan Maret 2010, seekor induk harimau dan dua anaknya mati kena racun di Huai Kha Khaeng, korban perburuan pertama dalam empat tahun. Kematian ini mendorong pemerintah Thailand menawarkan hadiah sekitar 27 juta rupiah untuk menangkap para pemburu.
Kebanyakan pihak sepakat bahwa perjuangan untuk menyelamatkan populasi harimau dapat dimenangkan—tetapi hal itu harus dilakukan dengan fokus profesional yang terus-menerus dan menerapkan strategi yang sudah terbukti. Untuk itu, selain tekad, manusia juga memerlukan kefanatikan.
“Saya berwasiat,” kata Fateh Singh Rathore, asisten direktur lapangan di Ranthambore, kepada saya, matanya berbinar-binar di balik kacamatanya. “Setelah saya meninggal, abu saya disebarkan di tanah ini sehingga harimau bisa berjalan di atasnya.”
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR