Si Kembar Jim
Gagasan menggunakan saudara kembar untuk mengukur pengaruh keturunan muncul pada 1875, ketika ilmuwan Inggris Francis Galton pertama kali mengusulkan pendekatan itu (dan menciptakan frasa “alam dan pengalaman”. Tetapi, pada 1980-an kajian saudara kembar mengalami perubahan mengejutkan, setelah ditemukan banyak kembar identik yang terpisah sejak lahir.
Kisah ini diawali dengan kasus yang banyak diliput media tentang saudara kembar yang sama-sama bernama Jim. Jim Springer dan Jim Lewis lahir di Piqua, Ohio pada 1939, dan selagi masih bayi diserahkan untuk diadopsi, kemudian dibesarkan oleh dua pasangan suami-istri yang berbeda, yang kebetulan memberi mereka nama depan yang sama.
Ketika Jim Springer bertemu kembali dengan kembarannya pada usia 39 tahun pada 1979, mereka menemukan beberapa kemiripan dan kebetulan lain. Keduanya memiliki tinggi 180 cm dan berat 82 kilogram. Semasa kecil keduanya memiliki anjing bernama Toy.
Semasa muda keduanya menikahi wanita bernama Linda, lalu bercerai. Istri kedua mereka sama-sama bernama Betty. Mereka menamai anak masing-masing James Alan dan James Allan. Mereka berdua sherif paruh-waktu, senang berkreasi dengan kayu di rumah, menderita sakit kepala parah, mengisap rokok Salem, dan minum bir Miller Lite. Meskipun gaya rambut berbeda—Jim Springer berponi, sementara rambut Jim Lewis disisir lurus ke belakang—mereka memiliki senyum miring yang sama, suara mereka tak bisa dibedakan, dan mereka berdua mengaku sering meninggalkan surat cinta di berbagai pelosok rumah untuk istrinya.
Begitu mendengar tentang kedua Jim ini, Thomas Bouchard, Jr., psikolog di University of Minnesota, mengundang mereka ke laboratoriumnya. Di sana ia dan timnya memberi si kembar serangkaian tes yang mengonfirmasi kemiripan mereka. Meskipun tumbuh terpisah, Jim kembar ini, demikian julukan mereka kemudian, tampaknya menapaki jalan hidup yang sama.
“Saya ingat duduk bersama mereka di meja ketika mereka pertama datang,” kata Bouchard. “Kuku keduanya habis digigiti. Dan saya pikir, Tak ada psikolog yang bertanya tentang itu, tetapi ini dia, ada di depan mata.”
Orang yang skeptis kemudian mengklaim bahwa detail seperti itu dibesar-besarkan atau bahwa kebetulan hanyalah kebetulan. Tapi Nancy Segal, dosen psikologi di California State University, Fullerton, membenarkan kesamaan yang mencolok pada Jim kembar. “Saya bertemu dengan mereka kira-kira setahun setelah mereka berkumpul kembali, dan mereka tulus,” kata Segal, yang bergabung dengan tim Bouchard pada 1982. “Meski gaya rambut mereka berbeda, saya tidak ingat mana yang mana.”
Saat itu, para peneliti sudah menemukan beberapa pasang kembar lain yang terpisah semasa kecil dan berkumpul kembali setelah dewasa. Dalam dua dasawarsa seluruhnya ada 137 pasang kembar mengunjungi lab Bouchard dalam kajian yang kemudian dinamai Minnesota Study of Twins Reared Apart.
Para kembar diuji dalam hal keterampilan mental, seperti kosakata, ingatan visual, aritmetika, dan rotasi ruang. Mereka diberi uji fungsi paru-paru dan pemeriksaan jantung, juga pengukuran gelombang otak. Mereka mengerjakan uji kepribadian, dan ditanyai tentang riwayat seksual. Total, setiap orang kembar dibombardir dengan lebih dari 15.000 pertanyaan.
!break!
Dengan bersenjatakan segunung data ini, Bouchard, dan koleganya mulai menguraikan simpul-simpul misteri sifat manusia: Mengapa ada orang yang bahagia dan ada yang sedih? Mengapa ada yang ramah dan ada yang pemalu? Dari mana asal kecerdasan secara umum? Kunci pendekatan mereka ini adalah konsep statistik yang disebut keterwarisan.
Secara umum, keterwarisan suatu sifat mengukur sejauh apa perbedaan antara anggota suatu populasi dapat dijelaskan dengan perbedaan gen mereka. Dengan membandingkan peluang suatu sifat muncul bersamaan pada kembar identik dan peluang sifat itu muncul bersamaan pada kembar fraternal, peneliti dapat menghitung sejauh apa perbedaan itu diakibatkan oleh variasi gen. Misalnya, tinggi manusia biasanya diperkirakan 0,8, yang berarti 80 persen perbedaan tinggi badan di antara individu dalam populasi tertentu ditentukan oleh perbedaan susunan genetikanya.
Saat melihat data tentang kecerdasan orang kembar, tim Bouchard mencapai kesimpulan yang kontroversial: Bagi orang yang dibesarkan dalam budaya yang sama dan kesempatan yang sama, perbedaan IQ terutama mencerminkan perbedaan turunan daripada perbedaan pelatihan atau pendidikan. Mereka menghitung skor keterwarisan 0,75 untuk kecerdasan, yang menandakan bahwa faktor keturunan sangat berpengaruh. Ini bertentangan dengan keyakinan umum bahwa otak kita adalah kertas kosong yang menunggu ditulisi oleh pengalaman.
Lebih mencemaskan lagi bagi sebagian orang, petunjuk bahwa kecerdasan terkait dengan keturunan mengingatkan pada teori-teori gerakan eugenika pada awal abad ke-20 di Inggris dan Amerika Serikat, yang menganjurkan perbaikan kolam gen kolektif melalui pembiakan selektif.
Para peneliti juga bertanya sejauh apa pendidikan orang tua memengaruhi tingkat kecerdasan. Saat mereka membandingkan kembar identik yang dibesarkan dalam keluarga yang berbeda, seperti Jim kembar, dengan kembar yang dibesarkan dalam keluarga yang sama, mereka mendapati bahwa skor IQ setiap pasang ternyata mirip.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR