Selama ini wanita itu belum pernah mendapatkan vaksinasi. Ia jatuh sakit pada bulan Maret dan dirawat di rumah sakit dekat Brussels, menurut pemberitaan VRT, sebuah media di Belgia.
Tidak jelas bagaimana wanita itu terinfeksi. Namun, sebagaimana dilaporkan Reuters, tim dokter yang menanganinya mengatakan wanita itu bisa jadi tertular infeksi COVID-19 dari dua orang yang berbeda.
Business Insider memberitakan, kadar oksigen wanita itu pada awalnya stabil. Namun kondisi pasien tersebut kemudian memburuk dengan sangat cepat, dan dia meninggal lima hari kemudian.
Ahli biologi molekuler Anne Vankeerberghen mengatakan bahwa sulit untuk mengatakan apakah koinfeksi memainkan peran dalam kemerosotan yang terjadi dengan cepat pada kondisi kesehatan pasien tersebut.
"Kedua varian ini beredar di Belgia pada saat itu, jadi wanita itu kemungkinan terinfeksi virus yang berbeda dari dua orang yang berbeda," ujar Anne Vankeerberghen, menurut The Guardian.
Baca Juga: Alfa hingga Delta: Bagaimana Bisa Virus Corona Memiliki Banyak Varian?
Vankeerberghen bekerja untuk rumah sakit OLV di Belgia, yang memimpin penelitian pada kasus medis ini. Temuan mereka belum diserahkan ke jurnal medis untuk dipublikasikan.
Meskipun tidak ada kasus koinfeksi serupa yang pernah dipublikasikan, para peneliti percaya kasus tersebut menunjukkan bahwa ada kemungkinan bagi seseorang untuk terinfeksi dua varian COVID-19 secara bersamaan. Vankeerberghen mengatakan "fenomena itu mungkin diremehkan," menurut The Guardian.
Setidaknya ada empat varian virus corona yang kini paling dikhawatirkan oleh para ahli di seluruh dunia. Keempat varian itu adalah Alfa (B.1.1.7), Beta (B.1.351), Gamma (P.1), dan Delta (B.1.617.2) yang memperparah pagebluk COVID-19 di seluruh dunia.
Varian Alfa terdeteksi pertama kali pada bulan September 2020 di Inggris. Varian itu memiliki tingkat penularan 40% hingga 70% dibanding virus corona yang biasa. Hingga akhirnya, varian B.1.1.7 mulai tersebar ke seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.
Baca Juga: Wabah Virus Corona Sempat Merebak di Asia Timur 20.000 Tahun Lalu
Lalu pada Desember 2020, para ilmuwan mendeteksi varian baru di Afrika Selatan, yang pada awalnya sempat dikira mutasi sejenis dengan di Inggris. Nyatanya, yang ditemukan adalah varian Beta atau B.1.351.
Kemudian ada varian Gamma (P.1) yang berasal dari Brasil. Varian ini memiliki kemampuan tinggi untuk menginfeksi kembali 25 hingga 61 pasien di negara itu.
Terakhir, adalah varian Delta yang penyeberan awalnya dari India sejak Desember 2020. Varian yang juga disebut B.1.617.2 itu bahkan sudah masuk di Indonesia, dan menjadi penyebaran dominan di beberapa kota.
Varian Delta, yang pertama kali teridentifikasi di India dan lebih menular daripada virus asalnya, saat ini telah menyebabkan sebagian besar infeksi baru di berbagai belahan dunia, termasuk Eropa, Amerika Serikat, dan Indonesia.
Baca Juga: 'Wanita Kelelawar' Kontroversial dari Wuhan Bicara soal Asal Pandemi
Source | : | Business Insider,Reuters,The Guardian,VRT |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR