Semasa perang saudara, rana kamera masih terlalu lambat, tidak dapat merekam gerakan dengan tajam. Fotografer kondang seperti Mathew Brady dan Timothy O’Sullivan, yang dibebani film negatif kaca yang besar dan gerobak pemrosesan berkuda yang makan tempat, tidak dapat menjelajahi medan berat ataupun merekam foto di tengah-tengah pertempuran. Jadi, penerbit koran mempekerjakan ilustrator amatir dan profesional untuk mensketsa laga pertempuran bagi pembaca di dalam dan luar negeri. Berada di tengah tentara di kedua pihak dalam konflik itu, para “seniman istimewa” ini, adalah koresponden perang bergambar pertama Amerika. Mereka adalah para pemuda (tak ada pemudi) dari beragam latar belakang—tentara, insinyur, litografer dan pengukir, seniman murni, dan beberapa ilustrator kawakan—yang mengincar penghasilan, pengalaman, dan juga petualangan menantang.
Petualangan yang kejam. Salah seorang seniman, James R. O’Neill, dibunuh saat ditawan oleh Quantrill’s Raiders, gerombolan gerilyawan pihak Pemberontak. Frank Vizetelly nyaris melayang nyawanya di Fredericksburg, Virginia pada bulan Desember 1862, ketika seseorang dari “Carolina Selatan sebagian kepalanya pecah akibat peluru, sekitar empat meter dari saya.” Alfred Waud, selagi mendokumentasi sepak terjang Pasukan Union pada musim panas 1862, menyurati seorang teman: “Uang berapa pun tidak sebanding dengan penderitaan yang harus kami tanggung akhir-akhir ini.”
Hanya Waud yang kelahiran Inggris dan Theodore Davis seniman yang terus bertugas tanpa terputus, meliput perang dari salvo pembukaan pada bulan April 1861 sampai jatuhnya Konfederasi empat tahun kemudian. Di kemudian hari Davis menguraikan persyaratan menjadi seniman perang: “Tidak peduli soal keselamatan dan kenyamanan pribadi; senang begadang seperti burung hantu dan awas bagai elang pada siang hari; mampu menanggung lapar; rela berkuda bermil-mil demi satu sketsa, yang mungkin harus diselesaikan malam hari hanya diterangi nyala api.”
Meskipun sungguh dahsyat keberanian para lelaki ini dan berbagai peristiwa yang mereka saksikan, kisah mereka luput dari perhatian: Putra daerah Virginia dan pendukung Union, D. H. Strother, mendapat tugas menyeramkan mensketsa perkemahan Pasukan Konfederasi di luar Washington, D.C., yang menyebabkan ia ditangkap sebagai mata-mata. Theodore Davis mengambil keputusan keliru yang berbahaya untuk singgah ke Dixie pada musim panas 1861 (dia ditahan dan dituduh memata-matai). W. T. Crane secara heroik meliput Charleston, Carolina Selatan, dari dalam kota Pemberontak itu. Frank Vizetelly telah membuat catatan saksi mata tentang kaburnya Jefferson Davis ke tempat pengasingan.
Para seniman istimewa ini bekerja cepat: mengenali titik fokus suatu adegan perang, membuat sketsa kasar dalam beberapa menit, dan menyempurnakannya nanti di perkemahan. Mereka sangat membanggakan kesetiaan sketsa mereka terhadap keadaan sebenarnya.
Para seniman mengirim sketsa dari medan perang melalui kurir kuda, kereta api, atau kapal laut ke kantor penerbit, lalu seniman penerbit menyalin gambar itu ke balok kayu. Para pengukir lalu mengukir bagian gambar yang berbeda-beda, yang paling berpengalaman menangani gambar detail dan komposisi rumit, sedangkan para magang menangani tugas latar belakang yang lebih sederhana.
!break!
Setelah ukiran selesai, dilakukan proses elektrotipe—ukiran itu disalin ke pelat logam sebagai persiapan untuk dicetak. Ukiran itu juga dapat disalin dan dikirim ke luar negeri ke penerbit asing untuk mendapat penghasilan tambahan. Biasanya perlu waktu dua-tiga minggu sampai citra gambaran tangan dimuat di media cetak, meski peristiwa atau pertempuran penting dapat dikebut dan dicetak dalam beberapa hari.
dua koran mingguan bergambar mendominasi ajang nasional pada tahun 1861, keduanya diterbitkan di New York City: Frank Leslie’s Illustrated Newspaper dan Harper’s Weekly. Sebelum pindah ke Amerika, wartawan Inggris kawakan Henry Carter—dikenal dengan nama pena Frank Leslie—mengelola divisi pengukiran di Illustrated London News, koran mingguan bergambar pertama dan paling bergengsi di dunia. Bahkan sebelum perang dimulai, Leslie’s, yang pertama terbit pada 1855, sering mencetak oplah di atas 100.000, dan edisi khusus dapat melebihi tiga kali lipatnya.
Koran ini mengklaim berposisi netral, dan dalam beberapa bulan setelah pemilihan Presiden Lincoln pada bulan November 1860, Leslie mengutus William Waud, adik Alfred, ke Charleston untuk mendokumentasikan sentimen pemisahan diri yang semakin kuat. William yang juga lahir di Inggris dapat mengklaim berposisi netral dan cukup mewakili keinginan pihak penerbit “untuk menerbitkan koran yang benar-benar bebas dari opini menyinggung atau pandangan partisan tentang kebijakan nasional sehingga dapat diedarkan di semua penjuru Union dan diterima dalam setiap keluarga sebagai penyajian fakta yang benar sesuai kejadiannya.” William Waud sudah membuat sketsa sebelum serangan di Fort Sumter dan menghadirkan suasana hari-hari terakhir daerah Selatan sebelum perang. Ia membuat sketsa di tengah kerumunan di tembok laut yang menyaksikan meriam Konfederasi menggempur Fort Sumter.
Sebaliknya dari Frank Leslie, Fletcher Harper—penerbit Harper’s Weekly—dengan tegas memihak Partai Republikan, Presiden Lincoln, kaum pendukung penghapusan perbudakan, dan Union. Pada mulanya Harper’s lebih sastrawi daripada jurnalistik, sesuai dengan tradisi terpelajar koran itu. Perang mengubah semua itu. Pada awal tahun kedua, Harper telah mempekerjakan bakat terbaik—termasuk Alfred Waud, Winslow Homer, dan Thomas Nast—memberi para seniman ini sumber daya untuk mengisi halaman koran itu dengan gambar-gambar perang yang memikat dan juga persuasif.
Alfred Waud, seniman yang paling produktif, membuat banyak sketsa yang paling berkesan tentang saat-saat kritis di Antietam dan Gettysburg, sebagai seniman pertama yang tiba di medan itu. Pada 21 Juli 1861, ia pergi ke medan tempur Bull Run dalam gerobak fotografi yang dimiliki dan dikemudikan oleh temannya Mathew Brady. Bahkan, di Bull Run Waud mengangkat senjata melawan tentara Konfederasi. Jenderal George Meade sering mengabulkan permintaan Waud untuk mensketsa pertahanan pihak Pemberontak, menawarkan akses khusus baginya.
Sementara perang bergulir, seniman yang paling menampilkan kehidupan di perkemahan secara akrab adalah Edwin Forbes dari Leslie’s, yang sering berfokus pada kisah insani dan gambar sosok. Sketsanya tentang tentara yang bersantai, memasak, membersihkan, membaca, bercukur, berolahraga, dan melakukan kegiatan keseharian lain telah merekam kemanusiaan dan kehidupan bersama.
!break!
Winslow Homer, yang lahir Boston, Massachusetts, ditakdirkan menjadi seniman tenar sebagai ilustrator garis depan. Dalam Operasi Semenanjung di Virginia 1862, Homer menghasilkan karya yang sangat hidup dan menarik, tetapi merasa terkungkung oleh kehidupan militer.
Rekan Homer yang kelahiran Bavaria, Thomas Nast, menjadi kartunis editorial yang paling berpengaruh di Amerika. Mendukung Pemerintahan Lincoln dan Partai Republikan, ia mengutuk pihak Pemberontak dan menyerukan emansipasi. Pada tahun 1864, liputan tentang kemenangan Union oleh seniman istimewa, serta ilustrasi pedas Nast, membantu menggalang dukungan masyarakat bagi perang dan menyebabkan Lincoln terpilih kembali sebagai presiden.
Para seniman tidak punya kendali atas karyanya setelah dikirim dari medan perang. Dalam Pertempuran Fredericksburg pada bulan Desember 1862, Arthur Lumley, orang Irlandia kelahiran Dublin yang bekerja di New-York Illustrated News, mensketsa tentara Union menjarah kota itu. Dengan berang, ia menulis di balik gambar itu: “Jumat Malam di Fredericksburg. Malam ini kota yang sedang kisruh dijarah oleh tentara union=rumah dilalap api perabot terserak di jalan=orang menjarah di segala arah=pemandangan yang sesuai dengan revolusi Prancis dan aib bagi Pasukan Union.” Koran itu tidak pernah menerbitkan gambar yang menghasut itu.
Baik Harper maupun Leslie ikut membentuk opini masyarakat, menyensor gambar yang dianggap terlalu negatif atau vulgar dan mengubah gambar agar lebih menggugah atau optimistis. Misalnya, para editor Harper’s meredam kengerian gambar Alfred Waud tentang amputasi kaki di rumah sakit lapangan Antietam, demi kepentingan pembaca yang penjijik. Para pengukir mengubah sketsa Waud yang lain tentang kuda yang kelelahan menghela gerobak artileri, menjadikan kepala kuda itu terangkat dan ekornya ceria, serta membuatnya menendang gumpalan lumpur—menampilkan tim kuda bersemangat yang berpacu mengantar amunisi ke garis depan.
Meski demikian, melalui penggambaran adegan secara realistis, William Waud, Arthur Lumley, Henri Lovie, dan lain-lainnya telah melemahkan mitos populer bahwa perang adalah petualangan yang romantis. Seiring warga semakin terbiasa dengan gambar kekerasan, sensor pun semakin longgar.
meski konfederasi tidak memiliki media cetak bergambar, seniman yang beroperasi di mandala selatan telah membuat ratusan gambar. Salah satu penerbitnya adalah Illustrated London News. Pada bulan Mei 1861 seniman perang Inggris kawakan Frank Vizetelly tiba di Amerika, baru saja selesai meliput kampanye Giuseppe Garibaldi untuk memerdekakan semenanjung Italia dari kekuasaan Austria. Vizetelly mendapat kesan pertama yang baik tentang Pasukan Union, dan dia melaporkan ke London tentang gairah patriotik, semangat tinggi, dan kekompakan perkemahan.
!break!
Namun, semuanya berubah pada 21 Juli di Pertempuran Bull Run, kekalahan telak bagi Union. Seminggu kemudian Vizetelly menyumbangkan sketsa yang tak menyenangkan, “Lari Pontang-Panting dari Bull Run,” yang disertai deskripsi blak-blakan ini: “Pada pukul setengah enam, tentara Federal mundur, dikejar di berbagai tempat oleh kavaleri kuda hitam Virginia. Mundur teratur bukan istilah yang sesuai untuk kekalahan memalukan ini… Tentara yang ketakutan mencampakkan senjata dan perlengkapannya, digiring layaknya kawanan domba yang panik, kabur dengan kocar-kacir… Orang cedera digilas oleh roda kereta perang berat yang terseok-seok di jalan dengan kecepatan penuh. Kereta kecil, yang berisi anggota Kongres, terguling atau hancur berkeping-keping dalam kekacauan panik yang mengerikan.”
Vizetelly, yang kini dilarang masuk ke antara pasukan Union, bertekad pergi ke garis depan di Richmond, dan musim panas berikutnya dia mendaftar ke Pasukan Konfederasi. Dia menyeberangi Sungai Potomac di bawah ibu kota dan bergabung dengan pasukan Lee di sepanjang Sungai Rapidan. Mendukung perjuangan pihak Pemberontak, ia menulis: “Di tengah-tengah orang Selatan…saya menyatakan tanpa ragu bahwa Selatan tak akan pernah takluk.” Untuk pertama kalinya dalam perang, Selatan memiliki seniman istimewa sendiri, meskipun ia bekerja di surat kabar yang diterbitkan di London.
Pada bulan Mei 1866, setahun setelah perang berakhir, Alfred Waud membuat penutup simbolis dan emosional bagi perang ini, dengan sketsanya yang menampilkan pasukan kulit hitam membubarkan diri di Little Rock, Arkansas. Banyak seniman lalu membuat sketsa pemandangan Amerika ketika tentara bubar dan semua orang kembali ke kehidupan damai.
Dalam waktu satu generasi, seniman sketsa tersisih oleh fotografer yang menggunakan Kodak. Namun, hingga zaman sekarang, seniman tetap pergi ke garis depan perang—misalnya di Afganistan—dikirim oleh militer dan media untuk menafsirkan peperangan dalam cara yang tak bisa dilakukan kamera, merekam kehidupan batin tentara yang terlibat dalam drama yang lebih besar. j
Sketsa tentara terluka, Winslow Homer menambahkan kedalaman yang dipelajari dari senior dan rekannya.
Seniman perang asal Inggris, Frank Vizetelly, tengah merunduk di dalam Fort Fisher saat benteng itu dibombardir oleh lebih dari 50 kapal perang Union.
“Peluru meledak di tempat sketsa [kiri tengah] menewaskan 6 kuda & melukai semua orang dan mengoyak Sersan Tosey yang sudah terluka,” tulis Henri Lovie. Ia menjudulinya sebagai “Kemunduran Putus Asa” Union.
Petugas rumah sakit Union mengumpulkan orang terluka usai pertempuran, dalam perang merebut Petersburg.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR