Menyaksikan burung manakin beraksi seperti menemukan pertunjukan tari dan lagu yang spektakuler di tengah hutan. Sekitar setengah dari 40 spesies manakin yang dikenali, mengeluarkan musik dengan menggerakkan anggota badannya. Untuk merayu lawan jenisnya, sang jantan melakukan berbagai manuver seperti gerak cepat, putar badan, berdiri tegak, dan meluncur mundur (seperti moonwalk Michael Jackson).
Charles Darwin menulis tentang manakin dalam The Descent of Man: “Keragaman suara... dan keragaman alat untuk menghasilkan suara tersebut, sungguh menakjubkan. Dengan demikian kita memahami pentingnya suara tersebut untuk kawin.” Namun, baru lebih dari satu abad kemudian mekanisme pembuatan musiknya terungkap.
Hanya segelintir ornitolog peneliti club-winged manakin yang hidup di Kolombia dan Ekuador. Mungkin tidak ada yang lebih mengenal burung itu daripada Kim Bostwick. Bostwicklah, seorang kurator burung dan mamalia di Cornell University Museum of Vertebrates—yang memecahkan misteri club-winged manakin, yang paling menonjol di antara manakin lainnya. Inilah spesies satu-satunya yang menggunakan bulunya untuk menghasilkan suara tik, tik, ting dengan tujuan membuat lawan jenisnya mabuk kepayang.
Para ilmuwan tahu bahwa sayap merupakan sumber suara itu, tetapi tidak tahu persis cara kerjanya. Bostwick merekam gerakan burung tersebut dengan kamera video berkecepatan seribu bingkai per detik, lebih dari 30 kali kecepatan perekam gambar standar. Gerak lambat video memecahkan misteri tersebut: Burung itu menepukkan kedua sayapnya 107 kali per detik. Ketika meneliti bulu sekunder burung ini di laboratorium, Bostwick melihat bahwa pada setiap sayap ada satu bulu khusus yang memiliki tujuh gerigi. Bulu kelima menggesek bulu bergerigi tersebut seperti plektrum, seperti alat pemetik gitar—hingga mencapai frekuensi menakjubkan 1.500 siklus per detik (tujuh gerigi, masing-masing dipetik dua kali = 14, kali 107 = 1.498). Hasilnya adalah nada seperti suara biola. Di dunia terdapat hampir 10.000 spesies avifauna, tetapi tidak ada yang bersuara dengan cara seperti ini—yaitu dengan cara menggesekkan anggota tubuhnya (meskipun jangkrik melakukan hal serupa).
Dalam makalah yang akan diterbitkan tahun ini, Bostwick dan rekan-rekannya menjelaskan pemindaian CT mikro terhadap sayap manakin dan menemukan bahwa tulang sayap tersebut pejal. Sebagian besar burung memiliki tulang berongga, yang meringankan beban saat di udara. Tulang besar manakin yang besar tersebut, menurut Bostwick, kemungkinan berevolusi guna mendukung ketukan bulu-bulunya yang besar. Namun, dia penasaran bagaimana cara burung seukuran sembilan sentimeter ini membawa beban ekstra tersebut saat terbang? Dan bagaimana cara menangani “kebutuhan energi serta fisik yang terlibat dalam penggunaan sayap itu”? Itulah misteri manakin berikutnya yang harus dipecahkan.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR