Memberi makan sembilan miliar orang sebelum 2050 akan jauh lebih mudah jika lebih banyak hasil panen masuk ke perut manusia.
Sekarang ini, hanya 55 persen kalori tanaman dunia dimakan manusia secara langsung; sisanya menjadi pakan ternak (sekitar 36 persen) atau diubah menjadi bahan bakar hayati dan produk industri (kira-kira sembilan persen). Meski banyak orang makan daging, produk susu, dan telur dari hewan yang dipelihara di area penggemukan, hanya sebagian kecil kalori dari pakan ternak yang sampai ke kita melalui daging dan susu. Untuk setiap 100 kalori biji-bijian yang kita berikan kepada hewan, kita hanya mendapat sekitar 40 kalori baru dari susu, 22 kalori telur, 12 kalori ayam, 10 kalori babi, atau 3 kalori sapi. Jika kita mencari cara yang lebih efisien untuk menghasilkan daging dan beralih ke pola makan yang mengurangi daging—bahkan sekadar mengganti daging dari sapi yang makan biji-bijian ke daging ayam, babi, atau sapi yang makan rumput—sejumlah besar makanan di seluruh dunia dapat kemudian dikonsumsi langsung oleh manusia.
Membatasi penggunaan tanaman pangan untuk bahan bakar hayati juga sangat membantu meningkatkan ketersediaan pangan.
LANGKAH LIMA Kurangi makanan mubazir
Kira-kira 25 persen kalori pangan dunia dan hingga 50 persen total berat pangan tersia-sia sebelum sempat dikonsumsi. Di negara kaya, sebagian besar sampah makanan itu dihasilkan di rumah, restoran, atau toko. Di negara miskin, makanan biasanya tersia-sia di antara petani dan pasar, akibat penyimpanan dan transportasi yang tidak memadai. Konsumen di dunia maju dapat mengurangi kemubaziran dengan mengambil langkah sederhana, seperti menyajikan porsi lebih kecil, makan makanan sisa kemarin, serta mengimbau kafe, restoran, dan toko untuk mengembangkan prosedur yang mengurangi kemubaziran. Di antara semua pilihan untuk meningkatkan ketersediaan makanan, mengatasi kemubaziran adalah langkah yang paling efektif.
Bersama-sama, kelima langkah ini dapat meningkatkan persediaan pangan dunia lebih dari dua kali lipat, serta secara drastis mengurangi dampak lingkungan akibat pertanian di seluruh dunia. Namun, melaksanakannya tidak mudah.
Kabar baiknya, kita sudah tahu apa yang harus dilakukan; kita hanya perlu memikirkan caranya. Untuk mengatasi tantangan pangan global, kita semua harus lebih memperhatikan makanan yang kita sajikan. Kita perlu mengaitkan makanan kita dengan kaum petani dan peternak, dengan tanah, perairan, dan iklim yang menjaga kita. Saat kita mendorong troli belanja di lorong toko swalayan, pilihan kita akan turut menentukan masa depan.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR