Para ilmuwan tersebut mendokumentasikan proses bedah saraf yang dilakukan tawon hijau dengan sangat terperinci—tetapi penelitian mereka masih jauh dari selesai. Bisa tawon mengandung berbagai zat kimia, dan Libersat beserta rekannya belum dapat menentukan zat mana yang memengaruhi perilaku kecoa serta bagaimana prosesnya.
Namun, sejauh ini penelitian mereka sepenuhnya sejalan dengan teori Dawkins mengenai fenotipe yang lebih luas: Gen yang menyimpan informasi molekul-bisa menyertakan cecunguk dalam rencana hidup tawon sebagai sarang yang ideal bagi anaknya.
Dalam beberapa kasus, para ilmuwan mulai berhasil mengidentifikasi gen parasit yang mengontrol perilaku inangnya. Baculovirus, misalnya, menginfeksi ulat ngengat-gipsi dan sejumlah spesies ngengat dan kupu-kupu lainnya. Parasit ini menyerang sel inangnya, membajaknya sehingga memproduksi baculovirus baru. Dari luar, ulat itu tampak normal.Sayangnya makanan yang ditelan tidak menggemukkan tubuhnya. Malah digunakan untuk menghasilkan baculovirus.
Ketika virus siap meninggalkan inangnya, ulat itu mengalami perubahan radikal. Ulat itu gelisah, terus makan tanpa henti. Dan kemudian dia mulai memanjat. Alih-alih berhenti di tempat aman yang terlindung dari predator, ulat yang terinfeksi memanjat setinggi mungkin. Baculovirus memiliki gen untuk berbagai enzim. Ketika virus ini siap meninggalkan inangnya, gen tertentu menjadi aktif dalam sel ulat itu, mengucurkan enzim yang melarutkan hewan tersebut. Setelah ulat tersebut larut, gumpalan virus menetes ke daun di bawahnya, yang kemudian dicerna oleh ulat bulu yang menjadi inangnya yang baru.
Bagi Kelli Hoover dan David Hughes serta rekan mereka di Penn State University, perilaku memanjat ulat tersebut tampak sebagai contoh ideal bagi fenotipe perluasan. Untuk menguji gagasan Dawkins, mereka meneliti gen baculovirus tersebut, untuk menemukan gen yang menyebabkan ulat bulu memanjat ke atas.
Ketika para peneliti menonaktifkan salah satu gen pada virus tersebut, yang dinamai egt, virus itu tetap menginfeksi sel ulat dan memperbanyak diri seperti sebelumnya, bahkan melarutkan ulat seperti sebelumnya. Namun, baculovirus tanpa gen egt aktif tidak bisa memerintahkan ulat memanjat pohon. Kecil kemungkinan bahwa parasit lain mengontrol inangnya hanya dengan satu gen; perilaku hewan biasanya dipengaruhi oleh sejumlah gen, masing-masing memegang peran kecil dalam pembentukan perilaku tersebut. Jadi, kemungkinannya kebanyakan parasit mengendalikan inangnya dengan sekelompok gen.
Apa yang kita ketahui tentang D. coccinellae dan inang kumbang koksinya yang malang? Saat mengubah kumbang koksi menjadi centeng setia, penyengat itu ternyata hanya bertindak sebagai fenotipe-perluasan organisme lain. Para peneliti menemukan bahwa saat penyengat menyuntikkan telur ke kumbang koksi yang menjadi korbannya, dia juga menyuntikkan campuran zat kimia dan zat lainnya—termasuk virus yang memperbanyak diri dalam ovarium penyengat tersebut. Beberapa bukti menunjukkan bahwa virus inilah yang melumpuhkan kumbang koksi.
Virus dan penyengat itu memiliki kepentingan evolusi yang sama; dengan menjadikan kumbang koksi sebagai pengawal, akan lebih banyak penyengat yang selamat, dan makin banyak penyengat berarti makin banyak virus. Jadi gen keduanya bekerja sama untuk menjadikan kumbang koksi sebagai boneka.
---
Tulisan terakhir Carl Zimmer tentang otak dimuat dalam edisi Februari 2014. Ahli biologi dan fotografer Anand Varma menyampaikan ilmu pengetahuan lewat gambar.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR