Dalam kasus ini, ikan itu tak membuat cahayanya sendiri. Ada bakteri berpendar yang hidup dalam “umpan cacingnya” yang menghasilkan cahaya itu. Ini saling menguntungkan: Bakteri mendapatkan tempat tinggal, ikan mendapat cahaya. Simbiosis serupa ditemukan di beberapa kelompok lain, tetapi sangat jarang terjadi. Kebanyakan makhluk hidup bercahaya menghasilkan cahayanya sendiri.
Untuk membuat cahaya, kita perlu tiga bahan: oksigen, lusiferin, dan lusiferase. Lusiferin adalah molekul yang bereaksi dengan oksigen dan memancarkan energi dalam bentuk foton—kilatan cahaya. Lusiferase adalah molekul yang memicu reaksi antara oksigen dan lusiferin. Dengan kata lain, lusiferin adalah molekul yang menyala, sementara lusiferase adalah sakelar yang memicu cahaya.
!break!Evolusi untuk menghasilkan cahaya tampaknya relatif mudah—hal itu terjadi secara terpisah pada setidaknya 40 jalur evolusi. Mungkin tak terlalu mengejutkan: Bahan pembuat cahaya biasanya tidak sulit didapat. Banyak zat yang dapat bertindak sebagai lusiferase. Dalam gelap, campurlah putih telur dengan oksigen dan lusiferin dari misalnya, ubur-ubur, dan kita mungkin akan mendapatkan secercah cahaya biru. Selain itu, di laut, hanya makhluk hidup di dasar piramida makanan yang perlu membuat lusiferin. Pada prinsipnya, yang lainnya dapat memperolehnya dari makanan: Jadi, sebagaimana manusia mendapatkan vitamin C dengan makan jeruk, beberapa satwa laut mendapatkan lusiferin dari santapan bercahaya. Hal itu memunculkan kemungkinan sebagai berikut: Salah satu alasan makhluk hidup bercahaya lebih umum ditemukan di kedalaman laut adalah karena di sana bahannya lebih mudah didapatkan.
Bicara soal santapan bercahaya, ada satu hal aneh. Seperti yang disebutkan sebelumnya, banyak hewan yang hidup di laut terbuka berevolusi menjadi transparan, karena ini membuatnya sulit dilihat. Akan tetapi, jika makhluk transparan itu makan sesuatu yang bersinar, tiba-tiba—aih—kamu ketahuan! Itulah sebabnya banyak hewan tembus pandang yang memiliki perut yang tidak tembus cahaya.
!break!Beberapa bulan setelah mengikuti pelayaran Western Flyer, saya mengunjungi Vieques, pulau kecil di Puerto Rico yang terkenal dengan bahía bioluminiscente, atau ‘teluk biopendar’—teluk kecil berbentuk kirbat yang dihuni dinoflagelata.
Malam itu gelap. Bulan belum terbit, dan pulau ini hanya memiliki beberapa lampu jalan, sehingga langit tampak bertabur bintang. Saya duduk dalam kano tembus pandang, menjadi peserta salah satu tur. Kami ada di tengah teluk, menatap laut nan gelap dan langit berbintang, sementara sang pemandu menjelaskan tantangan tempat itu—peningkatan jumlah wisatawan dan polusi cahaya karena makin banyak rumah.
Sekarang kami mulai bergerak. Saat mendayung maju, gerakan kano mengusik mikroba, dan hewan itu pun bersinar, membentuk aliran yang terang berkelap-kelip. Menyaksikan pemandangan itu, saya merasa bahwa air merupakan bagian dari langit, dan kami tengah mendayung melintasi gemintang.
-
Olivia Judson menulis artikel kasuari pada September 2013. Foto makhluk hidup David Liittschwager sering dimuat di majalah ini.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR