Namun, ia tidak setuju bila ganja dilegalkan sebagai sarana hiburan. Menurutnya, pemilik ganja tak perlu sampai dipenjara, tetapi perlu diingat bahwa ganja “bukanlah zat kimia yang tak berbahaya”—terutama bagi kaum muda. Ia mengutip kajian yang menunjukkan bahwa konsumsi jangka panjang ganja berkadar THC tinggi mampu mengubah pertumbuhan otak yang masih berkembang. Ia mencatat bahwa pada sejumlah orang, ganja memancing serangan cemas yang akut dan melemahkan. Ia juga menyitir kajian yang menyatakan bahwa ganja dapat memicu skizofrenia dalam diri orang yang memiliki kecenderungan genetis tersebut.
Mechoulam lebih suka bila kekonyolan yang tak bertanggung jawab dari budaya ganja rekreasi akan digantikan oleh rengkuhan yang sungguh-sungguh dan antusias kepada ganja—hanya sebagai zat medis yang diregulasi ketat dan diteliti tanpa kenal lelah. “Saat ini,” ia mengeluh, “para pengguna ganja ibarat membeli kucing dalam karung. Agar terpakai di dunia medis, penggunaan ganja harus bisa ditakar menjadi dosis yang tepat. Jika tidak, itu bukanlah ilmu.”
Pada 1992, pencarian Mechoulam akan takaran dan dosis yang tepat menggiringnya dari tanaman itu sendiri ke relung otak manusia. Tahun itu ia dan beberapa rekan menghasilkan temuan yang gemilang. Mereka memisahkan zat kimia dari tubuh manusia, yang mengikat reseptor yang sama di otak, seperti THC. Mechoulam menamainya anandamide—bahasa Sanskerta untuk “sukacita tertinggi”.
Semenjak itu, beberapa endokanabinoid dan reseptornya berhasil ditemukan. Para ilmuwan mulai menyadari bahwa endokanabinoid berinteraksi dengan jaringan neurologis yang spesifik—mirip dengan yang dilakukan endorfin, serotonin, dan dopamin.
Mechoulam mencatat, olahraga terbukti meningkatkan kadar endokanabinoid dalam otak, dan “mungkin inilah penyebab sensasi euforia yang dirasakan penggemar joging saat berlari dengan intens.” Senyawa ini, ia menjelaskan, agaknya berperan penting dalam fungsi dasar seperti ingatan, keseimbangan, gerakan, kesehatan dan kekebalan tubuh, juga perlindungan saraf.
Biasanya, perusahaan farmasi yang memproduksi obat berbahan ganja berupaya memisahkan senyawa individu dari tanaman ini. Namun demikian, Mechoulam menduga kuat bahwa dalam kasus tertentu, zat kimia itu bekerja jauh lebih ampuh jika dipadukan dengan senyawa lain yang ada di dalam ganja. Ia menyebutnya euntourage effect—efek pengiring, dan itu baru satu dari sekian misteri ganja yang perlu diusut.
“Kami baru mengorek di permukaan,” katanya, “dan saya sangat menyesal karena saya tak punya jatah kehidupan lain yang bisa diabdikan untuk bidang ini. Bisa jadi kita bisa saja menemukan bahwa, kanabinoid memiliki keterlibatan dalam semua penyakit manusia.”
!break!AHLI BOTANI
Menyambut Cahaya
Di seberang kantor polisi di wilayah industri Denver, gedung raksasa seluas 4.000 meter persegi itu menghuni hamparan gudang perkotaan yang dialihfungsikan menjadi rumah pertanian mariyuana dan dijuluki Green Mile. Pintu mendengung terbuka, dan saya disambut oleh pimpinan ahli hortikultura Mindful, salah satu perusahaan ganja terbesar di dunia. Phillip Hague berusia 38, dengan mata biru tajam. Saat itu ia mengenakan seragam dan sepatu hiking, dengan senyum tawar menunjukkan orang yang telah menemukan panggilan hidupnya.
Pakar bercocok tanam ini terampil berkebun sejak usia delapan dan mengidolakan Luther Burbank, ilmuwan pertanian besar. Selama bertahun-tahun Hague membudidayakan kastuba, keladi, krisan, dan tanaman lain di pembibitan keluarganya di Texas. Namun kini perhatiannya tercurah pada kuncup yang jauh lebih menguntungkan.
Saya digiring melewati kantor depan Mindful yang sibuk dan memasuki koridor bagian dalam. Di dalam lemari pendingin, Mindful menyimpan benih ganja dari sepenjuru Asia, India, Afrika Utara, dan Karibia. Sebagai seorang pelancong dunia, Hague terpincut sejarah keanekaragaman hayati mariyuana. Bank benihnya menampung galur ganja langka, liar, dan kuno, serta menjadi bagian penting kekayaan intelektual Mindful. “Harus diakui bahwa manusia berevolusi bersama ganja, bahkan sejak masa paling awal,” katanya. “Usia ganja bahkan lebih tua dari tulisan. Tanaman ini telah dan akan selalu menjadi bagian dari hidup kita. Selepas zaman es terakhir, ganja menyebar dari Asia Tengah, ikut bermigrasi ke belahan bumi lainnya bersama manusia.”
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR