Dia mengerjap dengan ekspresi serius, lalu berbalik ke komputernya. “Namun, mari saya tunjukkan sesuatu.”
Di layarnya berkedip dua citra MRI otak tikus. Ada tumor besar yang bersarang di belahan otak kanan hewan tersebut, yang disebabkan oleh sel tumor otak manusia yang disuntikkan oleh para peneliti Guzmán. Ia memperbesar citra tersebut. Tumor itu tampak menonjol dan menyeramkan. Saya rasa hewan itu tak akan bertahan lebih lama lagi. “Hewan ini diobati dengan THC selama seminggu,” lanjut Guzmán. “Dan inilah yang terjadi sesudahnya.” Dua gambar yang mengisi layarnya kini tampak normal. Tumor itu tak hanya menyusut, namun juga lenyap tak berbekas! “Seperti yang dilihat, tumornya raib.”
!break!Dalam penelitian ini, Guzmán dan rekan-rekannya, yang merawat hewan pengidap kanker dengan senyawa ganja selama 15 tahun, menemukan bahwa tumor di tubuh sepertiga tikus, berhasil dibasmi dan pada sepertiga lainnya terus berkurang.
Temuan ini tentu menggembirakan dunia, dan Guzmán khawatir terobosan penelitiannya akan memberi harapan palsu bagi penderita kanker dan bahan bakar bagi klaim tak berdasar di internet. “Masalahnya,” katanya, “tikus bukan manusia. Kami belum tahu apakah metode ini bisa diterapkan dan sukses pada manusia.”
Guzmán mengajak saya berkeliling labnya yang penuh sesak—semua hal di sini diabdikan untuk meneliti efek ganja pada tubuh dan otak. Laboratorium ini bukan hanya berfokus pada kanker, melainkan juga pada penyakit neurodegeneratif dan bagaimana kanabinoid memengaruhi perkembangan otak awal. Dalam topik terakhir ini, hasil penelitian grup Guzmán dengan tegas menyatakan: Tikus yang lahir dari induk yang rutin diberi dosis tinggi THC selama kehamilan menunjukkan gangguan kronis. Gerakan mereka tidak terkoordinasi, sulit berinteraksi dengan sesamanya, dan sangat mudah cemas—mereka sering lumpuh karena takut pada stimulan, seperti boneka kucing yang ditaruh di dekat kandang, padahal tikus remaja lainnya tidak panik.
Laboratorium ini juga mengkaji bagaimana bahan kimia dalam ganja, serta kanabinoid sejenis anandamide yang diproduksi tubuh manusia, melindungi otak kita terhadap bahaya trauma fisik dan emosional. “Otak kita tentu perlu mengingat beberapa hal,” kata Guzmán, “tetapi juga perlu melupakan ingatan mengerikan yang tidak penting. Ingatan yang buruk untuk kesehatan mental Anda—perang, trauma, ingatan yang tak menyenangkan. Sistem kanabinoid adalah kunci yang akan menolong kita membuang kenangan buruk tersebut. “
Uniknya, penelitian tumor otak Guzmán-lah yang dijadikan tajuk berita—dan menarik minat perusahaan farmasi. Setelah meneliti selama bertahun-tahun, ia menemukan bahwa paduan THC, CBD, dan temozolomide (obat konvensional yang cukup sukses) sangat manjur untuk mengobati tumor otak pada tikus. Kombinasi ketiga senyawa ini menyerang sel-sel kanker otak dengan berbagai cara, mencegah penyebaran sekaligus memicu mereka untuk membunuh diri sendiri.
Saat ini, percobaan klinis terobosan yang didasarkan pada kajian Guzmán tengah berlangsung di St James’s University Hospital, Leeds, Inggris. Ahli neuro-onkologi di sana merawat pasien penderita tumor otak agresif dengan temozolomide dan Sativex, semprot oral THC-CBD yang dikembangkan oleh GW Pharmaceuticals.
Guzmán mewanti-wanti optimisme yang berlebihan ini. Namun, ia menyambut awal dari penelitian manusia. “Kita harus objektif,” katanya. “Setidaknya pikiran banyak orang di seluruh dunia kini terbuka, dan lembaga donor pun tahu bahwa ganja, sebagai obat, adalah bentuk terapi yang menjanjikan secara ilmiah dan relevan secara klinis.”
Akankah ganja turut melawan kanker? “Insting saya berkata bahwa ganja sanggup melakukannya,” tegasnya.
!break!IBU DARI ANAK YANG SAKIT
Migran Medis
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR