Salah satu anekdot yang paling menarik tentang perilaku hiu koboi justru tidak ada hubungannya dengan kapal karam atau penyelam. Pada 1950-an, peneliti perikanan di Teluk Meksiko kaget ketika mereka membelek perut hiu koboi dan menemukan tuna seberat 2,5 dan 4,5 kilogram di dalamnya, karena hiu tidak cukup cepat untuk memburu tuna kecil. Lalu suatu hari mereka melihat sekelompok besar hiu koboi berenang melintasi kawanan tuna, di permukaan, dengan mulut terbuka. “Hiu tersebut tidak berusaha mengejar atau menggigit ratusan tuna itu,” tulis para peneliti. “Hiu koboi hanya menunggu dan siap-siap kalau ada tuna yang tanpa sadar berenang atau melompat ke dalam mulutnya.”
Tentu saja, tipis kemungkinan untuk menyaksikan perilaku seperti itu pada masa sekarang, dan ironi besarnya adalah bahwa para peneliti yang mencatat peristiwa ini justru membuka jalan bagi kebinasaannya. “Mereka melakukan survei untuk mengetahui jenis perikanan komersial yang dapat dikembangkan di perairan AS,” kata Julia Baum, ahli ekologi kelautan yang membandingkan data dari tahun 1950-an dengan data tangkapan pancing rawai baru-baru ini. Hal ini dilakukan untuk mengukur perubahan populasi hiu koboi di Teluk Meksiko. “Saat itu mereka memasang pancing rawai untuk tuna, sementara hiu ada di mana-mana,” memakan tuna yang terpancing dan akhirnya ikut terkail. “Mereka tidak yakin AS mampu mengembangkan perikanan tuna komersial karena ada demikian banyak hiu.”
Mereka menemukan dua solusi: menembak hiu sebelum sempat makan tuna yang terpancing, dan memasang pancing lain untuk menangkap ikan hiu, yang mereka tahu siripnya berharga mahal. Dan gabungan kedua hal itu—ketidakpedulian terhadap hiu serta peningkatan permintaan sup hisit di Asia—menyusutkan populasi hiu global dalam beberapa dekade terakhir dan melorotkan jumlah hiu koboi secara drastis. Pada 2004, penelitian Baum membawanya ke kesimpulan bahwa populasi hiu koboi berkurang 99 persen di Teluk Meksiko, dan meskipun ada perdebatan mengenai hasil penelitiannya, beberapa penelitian lain menemukan penurunan dramatis yang sama di Atlantik dan Pasifik.
Pada 2010 semakin jelas bahwa hiu koboi berada dalam bahaya sehingga lima organisasi perikanan internasional yang mengawasi penangkapan tuna dan todak melarang kapal menyimpan hiu koboi—satu-satunya spesies hiu yang menerima perlindungan ini sampai saat ini. Pada 2013, Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Langka (CITES) memberlakukan pembatasan sangat ketat terhadap perdagangan legal sirip hiu.
Pertanyaannya adalah apakah perlindungan itu memadai dan belum terlambat. Banyak populasi ikan bertulang-sejati dapat pulih dengan cepat setelah mengalami penangkapan berlebihan, karena ikan itu bertelur relatif awal dalam siklus hidupnya dan sekali bertelur jumlahnya ribuan. Sementara, sebagian besar hiu lambat mencapai kematangan seksual dan hanya melahirkan sedikit anak setiap satu atau dua tahun. Faktor ini membuatnya sangat rentan terhadap penangkapan berlebih dan mudah terancam kepunahan. Dan dalam kasus hiu koboi, “kita bahkan masih belum tahu hiu ini melahirkan setiap tahun atau setiap dua tahun,” kata ahli biologi kelautan Edd Brooks. “Bagaimana cara kita melestarikan suatu spesies sementara begitu sedikit informasi yang kita ketahui tentang hidupnya?”
Brooks anggota tim peneliti yang sejak 2010 memasang pelacak dan meneliti hiu koboi di lepas pantai Pulau Cat, di Kepulauan Bahama. “Pulau Cat merupakan lokasi terakhir di bumi yang diketahui sering dikunjungi hiu ini dalam jumlah besar,” ujarnya. Penelitian terhadap spesies ini baru pertama kali ini dilakukan, dan bukan hanya baginya atau rekan-rekannya. Memang belum pernah ada yang melakukannya.
Pulau Cat terletak tepat di tepi paparan benua, sehingga dekat dengan laut dalam Atlantik dan membuatnya menjadi tempat yang tepat untuk menemukan ikan pelagis besar. Sekitar 10 tahun lalu bertiup kabar bahwa nelayan di Pulau Cat diganggu hiu koboi yang mencuri tangkapan mereka. Fotografer Brian Skerry menyadari bahwa ini kesempatan langka dan meminta operator selam membantunya memotret hiu di dalam laut. Keberhasilan mereka membuahkan penyelaman rutin di lepas pantai Pulau Cat. Beritanya mulai tersiar, dan ilmuwan pun ikut beraksi.
“Ini proyek yang sudah lama kami inginkan,” kata ahli biologi kelautan Lucy Howey. “Tidak ada yang menduga hal ini akan terjadi, karena kami kira tidak ada lagi populasi hiu koboi yang seperti ini.”
Tim Howey, termasuk di dalamnya Brooks dan Demian Chapman, memasang alat pelacak satelit pada hampir seratus hiu koboi, yang merekam pola pergerakan dan data lainnya. Mereka membuat beberapa penemuan penting: Pertama, meskipun hiu berkeliaran ke seantero Atlantik, hewan ini menghabiskan sebagian besar waktunya di perairan yang dilindungi di Bahama, tempat pancing rawai dilarang pada 1990-an dan larangan perdagangan komersial untuk semua hiu diberlakukan pada 2011.
Kedua, hiu koboi menghabiskan 93 persen waktunya di antara permukaan dan kedalaman seratus meter ketika tuna dan ikan lainnya melimpah pada kedalaman tersebut. Jadi pengaturan penangkapan ikan pada kedalaman itu dapat membantu pelestariannya.
Namun, temuan ketiga mengkhawatirkan: Populasi yang sering datang ke Pulau Cat mungkin hanya 300 ekor. Setelah lima tahun melakukan pemasangan pelacak, tingginya jumlah individu yang ditangkap kembali menunjukkan bahwa hiu yang hidup di perairan ini jauh lebih sedikit daripada dugaan awal.
Mari kita resapi: Mungkin lebih banyak hiu koboi yang mengerumuni bangkai paus dalam film Blue Water, White Death dalam satu hari daripada yang ada di benteng terakhir spesies ini selama setahun.
Ada kemungkinan terdapat populasi yang relatif sehat di tempat lain. Hiu koboi sering terlihat di Laut Merah, di Kepulauan Cayman, dan sekitar Hawaii. Namun, yang terlihat di wilayah tersebut biasanya individu tunggal atau kelompok yang sangat kecil, sehingga tidak mungkin memperkirakan jumlah keseluruhannya.
Howey mengatakan bahwa yang penting sekarang adalah menemukan tempat hiu melahirkan. Hal keempat yang ditemukan timnya ialah banyak dari hiu koboi di lepas pantai Pulau Cat adalah betina hamil. Namun, tidak ada tanda-tanda bahwa hiu melahirkan di sana. “Kami belum pernah melihat anak hiu di Bahama,” katanya. “Jika kita tahu tempat hiu ini melahirkan, kita dapat melindungi daerah tersebut. Demikianlah cara kita mendukung upaya melindungi spesies ini.”
Kita tidak dapat memundurkan waktu. Laut yang relatif perawan pada 1950-an, sekarang sulit dibayangkan. Namun, Kuba, yang membentang dari Bahama selatan ke Teluk Meksiko, mungkin dapat menjadi jembatan ke masa lampau. Embargo perdagangan oleh AS selama lebih dari 50 tahun tidak hanya memperlambat pembangunan ekonomi Kuba; tetapi juga menghambat eksploitasi sumber daya alam, dan hasilnya kawasan konservasi laut di Kuba merupakan salah satu yang terbaik di dunia.
Pemerintah Kuba tengah mengembangkan rencana konservasi hiu. Selama enam tahun terakhir para ilmuwan Kuba melakukan survei mengenai hiu yang ditangkap nelayan. Di pantai utara Kuba, dekat desa kecil Cojimar, nelayan menangkap hiu dalam jumlah besar. Spesies terbanyak ketiga yang mereka dapat: hiu koboi. Sebagian besar belum dewasa, beberapa bahkan masih kecil.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR