Adanya patahan dan kawasan yang ambles semenjak 16.000 tahun lalu telah menyusutkan air dua danau purba tadi. Penyusutan diperkirakan terjadi di kawasan yang kini dikenal sebagai Curug Jompong.
Kata Citarum berasal dari bahasa Sunda:Ci dan Tarum. Ci atau cai, artinya air; sedangkan tarum adalah spesies tanaman penghasil warna ungu untuk bahan pewarna alami kain tradisional.
Setelah era Tarumanegara, dalam tradisi lokal,sungai ini memasuki masa kerajaan Galuh dan kerajaan Sunda. Kedua kerajaan itu menggunakan Sungai Citarum sebagai batas wilayah kekuasaannya. Kerajaan Sunda di sebelah barat Citarum dan kerajaan Galuh di sebelah timur sungai.
Pada zaman Belanda, seputar abad ke-17, Sungai Citarum masih digunakan sebagai sarana penghubung. Bahkan VOC masih menduduki benteng di Tanjungpura yang terletak di tepi Citarum, di barat laut Karawang.
Melewati masa demi masa, dan tetap abadi mengalir, hingga hari ini Sungai Citarum masih berperan penting bagi kehidupan manusia. Potensi airnya yang mencapai 13 miliar meter kubik per tahun baru dimanfaatkan separuh. Pemanfaatan Sungai Citarum mulai masif semenjak 1957. Saat itu, di Sungai Citarum dibangun Bendungan Jatiluhur. Lalu disusul dua bendungan lagi: Saguling pada 1985 dan Cirata pada 1988.!break!
Air Sungai Citarum mendukung beragam kebutuhan manusia: mulai irigasi pertanian, industri, hingga yang paling pokok: sumber air minum. Manfaat itu menjalar ke segala penjuru: Kota Bandung, Cianjur, Cimahi, Purwakarta, Bekasi, dan Karawang. Dan, inilah manfaat yang tak bisa dilupakan: menyokong air baku untuk 80 persen warga Ibukota Jakarta. Cakupan Daerah Aliran Sungai Citarum membentang seluas 13.000 kilometer persegi—tujuh kali luas Kota Bandung.
Di balik keagungannya, Sungai Citarum kini tengah terpuruk. Daerah alirannya dikepung pusat-pusat industri, pemukiman, pertanian, dan perkotaan. Peradaban modern telah mencampakkan sungai ini sebagai tempat pembuangan raksasa: sampah, limbah, dan segala macam sisa peradaban. Alih-alih mengagungkan sungai terpanjang di Jawa Barat ini, kehidupan kota membuat Citarum membusuk.
Dari waktu ke waktu, seiring pertumbuhan pusat industri, populasi manusia yang mendiami sempadan sungai terus melejit. Tak kurang 1.500 pabrik berdiam di hulu, yang dengan bebas membuang limbah ke anak-anak sungai ataupun Sungai Citarum. Tragisnya, industri di DAS Citarum menyokong 20 persen produksi industri nasional dan 60 persen produksi tekstil Jawa Barat. Beban itu kian berat dengan 15 juta manusia yang menjejali DAS Citarum.
Di dataran agak tinggi, produksi pertanian holtikultura telah mengorbankan daya dukung daerah tangkapan air Citarum. Tanah-tanah telanjang menghampar di sempadan sungai, menjalari lembah, punggung dan puncak bukit. Perubahan tataguna lahan yang tidak terencana itu menyisakan secuilkawasan hutan yang terserak di wilayah hulu.
Lahan-lahan yang gundul sudah pasti meloloskan aliran air langsung menuju sungai-sungai dan memboyong jutaan sedimen. Tanah tak lagi sempat menyerap air untuk persedian musim kering. Akibatnya, daya serap tanahlumpuh, kualitas air tercemari limbah. Pendek kata, lanskap hutan dataran rendah di seputar Citarum telah menerima dampak negatif dari kegiatan manusia.
Beban yang tiada terperi itu membuat daya dukung Citarum makin berantakan. Dalam dua dekade belakangan, Citarum ditetapkan sebagai salah satu daerah aliran sungai prioritas di Indonesia. “Menurut versi kita, Citarum merupakan DAS yang diprioritaskan untuk dipulihkan. Artinya, memang berpredikat buruk,” ungkap Junaediyono, dari Balai Pengelolaan DAS Citarum dan Ciliwung.
Dia mengungkapkan, pada 2013 dilakukan pemantauan terakhir kondisi Citarum. “Dulu setiap lima tahun kita evaluasi, kalau sekarang per dua tahun.”Salah satu aspek yang membuat Citarum terjerembab dalam kondisi buruk adalah tata airnya. “Itu imbangan antara aliran air di musim kemarau dengan musim penghujan,” lanjut Junaediyono. Aliran Citarum ternyata menyusut jauh saat kemarau, dan meluap saat musim hujan. “Kering saat kemarau, dan banjir pas musim hujan.”Keseimbangan alam telah menjauh dari badan air Citarum.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR