Akhir pekan di Taman Buru Masigit Kareumbi: puluhan mahasiswa dan mahasiswi itu menyesaki kafetaria. Sebagian mereka terkapar di teras, yang lain berbincang ringan di dalam kafe.
Sementara itu, rombongan yang lain telah mendirikan tenda penuh warna di tanah lapang. Dua-tiga orang mengail ikan di sungai yang mengalir di belakang kafetaria.
Siang itu, alam Masigit Kareumbi meruapkan berlimpah jasa lingkungan yang bisa direguk para pengunjung. Hawa sejuk, air jernih, udara bersih. Manfaatnyamemang lokal.
Namun, sebatang sungai yang mengalirdi taman buru ini memberi tengara:manfaat jasa lingkunganmelintasi batas-batas kawasan. Sungai dari sub-Daerah Aliran Sungai Citarik itu menjadi bagian dari Daerah Aliran Sungai Citarum. Dan dari Sungai Citarik pula, air mengalir sampai jauh, melintasi desa-desa, permukiman, persawahan.
Sungai selebar lima meter itu menjadi batas alam tiga kabupaten: Sumedang, Garut dan Bandung. Titik batas segitiga wilayah itu sekaligus simbol bahwa jasa lingkungan Masigit Kareumbi berputar ke berbagai penjuru.
Barangkali manfaat jasa lingkungan itu terlihat samar. Tapi lihatlah kiprah Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation (CWMBC). Melalui aktivitas Komponen 3, program CWMBC membuka tabir jasa lingkungan kawasan konservasi yang menaungi Kota Bandung telah menghembuskan kehidupan ke segala penjuru.
Anugerah alam dari kawasan konservasi memberkahi manusia dengan berlimpah oksigen, udara bersih, dan air.Dengan demikian, jasa lingkungan membuka peluang untuk melibatkan para penyedia dan pemanfaatnya dalam konservasi keanekaragaman hayati.
Dalam konteks itu, Komponen 3 berupaya mengembangkanimbal jasa lingkungan air (IJLA, atau payment for enviroment services [PES]) di sekitar kawasan konservasi. Upaya ini menautkan masyarakat di hulu, tengah dan hilir untuk bergabung dalam kontribusi besar: melestarikankeanekaragaman hayati.Komponen 3 diharapkan juga memberikan rekomendasi berapa Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang layak untuk setiap komoditas jasa lingkungan.
Untuk membuat gamblang jasa lingkungan dari hutan konservasi, Komponen 3 mengkaji pemanfaatanair.Observasi dilakukan ditiga kawasan: Cagar Alam Gunung Burangrang, Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Tangkuban Parahu, dan Taman Buru Masigit Kareumbi.
Kajianini untuk membilangnilai jasa lingkungan air yang dimanfaatkan secara non-komersial dan komersial. Kajiandilakukan terhadap nilai ekonomi sumber air dan kesediaan untuk membayar para pemanfaatnya (atau willingness to pay-WTP).
Secara umum, kemauan membayar berartikesanggupan pemanfaat atau konsumen membayarkan sejumlah dana untuk memperoleh barang atau jasa. Nilai ‘kemauan membayar’adalah harga maksimum dari barang atau jasa yang dibeli konsumen pada waktu tertentu. Buat memahami ‘kemauan membayar’ konsumen,titik awalnyadimulai dari azaskemanfaatan: seberapa puaskonsumen terhadap barang atau jasa pada waktu tertentu. Kesanggupan membayar inilah yang dikaji oleh tim Komponen 3.
Di sekitar Cagar Alam Burangrang kajian dilakukan di enam desa. Mari mengunjungi Cihanjawar. Nama desa ini berasal dari nama sungai yang bermula dari air terjun di Cagar Alam Gunung Burangrang. Sungai ini memasok air irigasi persawahan Cihanjawar.
Kendati debit airnya berkurang dimusim kemarau, tetapi sungai ini tak pernah kering sepanjang tahun. Debit aliran Sungai Cihanjawar yang 285 liter per detik cukup besar untuk mengairi lahan pertanian. Tidak mengherankan, sawah Cihanjawar rata-rata panen tiga kali setahun.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR