Perjalanan religius pada masa klasik ikut berjasa terhadap pengetahuan geografi. Perjalanan religius itu juga membuka jalur wisata ziarah yang diminati hingga hari ini; peziarahan Buddhisme ke India oleh penganutnya dari Cina dan Asia Tenggara.
Pada awal abad kelima, Fa Hian yang pertama kali melakukannya menurut catatan sejarah. Sang biksu berangkat dari Cina menuju India melalui rute darat, Jalur Sutra. Fa Hien mencatat bahwa ia melewati kawasan gurun yang tak bersahabat dan penuh roh-roh jahat sebelum tiba di negeri kelahiran agama Buddha, India.
Setelah mendalami pengetahuan agama di India, Fa Hien pulang melalui jalur laut—menumpang kapal dagang. Ia bertolak dari pelabuhan Tamralipti (sekarang Tamluk di Negara Bagian West Bengal, India bagian timur) menuju Srilangka. Kemudian, berdasarkan catatannya, diperkirakan ia menyeberangi Samudra Hindia ke arah Kepulauan Nusantara. Ia melewati Selat Sunda sebelum mendarat di pulau yang mungkin Jawa atau Sumatra saat ini. Dari sana, barulah ia menempuh pelayaran pulang ke Cina.
Pada abad ketujuh, biksu Hsuan Tsang dan I-Tsing mengikuti jejak Fa Hien. Dalam upaya memperdalam pengetahuan tentang agama Buddha, Hsuan Tsang menempuh jalur darat pergi-pulang. Sedangkan I-Tsing memilih untuk menempuh rute laut pergi-pulang.
Seperti halnya Fa Hien, kedua biksu ini membuat catatan perjalanan. Hsuan Tsang dengan cukup detail membuat deskripsi tentang Nalanda di India yang pada masa itu menjadi pusat pembelajaran agama Buddha. Sedangkan I-Tsing, melalui sebagian dari catatannya, berjasa mengungkapkan pengetahuan tentang Sriwijaya, suatu kerajaan di Sumatra yang disinggahinya.
Sampai hari ini, perjalanan keagamaan ke India terus dilakukan oleh umat Buddha. Mereka tak hanya datang dari Cina, melainkan juga dari negeri-negeri Asia Timur lainnya seperti Korea dan Jepang. Banyak pula dari kawasan Asia Tenggara seperti Thailand, Kamboja, Laos, Burma, serta Indonesia.
Umat Buddha yang ingin menuju India pada masa ini tak perlu menempuh perjalanan berat dan berbahaya selama berbulan-bulan seperti halnya Fa Hien, Hsuan Tsang, atau I-Tsing. Namun spirit yang mereka bawa adalah sama.
Keteguhan hati untuk mendalami ide-ide dan pemikiran mengenai toleransi, perdamaian, serta penguasaan diri dari tempat-tempat utama. "Samudra Buddhisme” yang dalam dan luas ini dilayari terutama oleh para biksu yang telah berteguh hati memasuki sangha atau persaudaraan para biksu. Suatu jalan yang dipilih dan diteladani dari Sang Buddha.
Bagi umat Buddha, India merupakan destinasi keagamaan. Agaknya tak berbeda dengan umat Muslim yang menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Bodhgaya di Negara Bagian Bihar menjadi tempat yang paling sering dikunjungi para peziarah yang ingin menapaktilasi perjalanan spiritual Sang Buddha.
Pohon bodhi yang sekarang berdiri di salah satu sisi Kuil Mahabodhi adalah tempat Sang Buddha mendapatkan pencerahan—salah satu dari empat episode kehidupan Buddha. Pohon berdahan hitam dan berdaun kecil-kecil berwarna hijau itu sebenarnya bukanlah pohon asli tempat Buddha bersemedi dan mendapatkan pencerahan. Namun setelah pohon asli itu mati, para pengikut Buddha menanam pohon baru dari jenis yang sama di lokasi sama pula.
----------
Reynold Sumayku adalah fotografer dan editor foto National Geographic Indonesia. Kisah tentang jalur ziarah Buddhisme ke India ini terkait kisah mengenai Kerajaan Sriwijaya di National Geographic Indonesia edisi Oktober 2013.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR