Tiba-tiba terdengar deburan air di samping perahu, diiringi suara Ayub yang berteriak kesakitan. Seekor ikan sako melompat dan menyambar bokong Ayub, membuat pakaian selamnya robek besar. Ikan sako adalah predator bermulut runcing dengan gigi tajam, dan terkenal agresif.
Sambaran sako merobek kulitnya dengan cukup dalam. Serempak kami mematikan senter, karena khawatir akan adanya sambaran lain. Setibanya di darat, Nunung Hasan, salah satu instruktur selam, yang juga penggagas komunitas selam wanita Indonesia, segera menangani luka Ayub. Setelah pendarahan bisa dihentikan, kecemasan pun berubah menjadi keceriaan. Setelah Ayub dapat tertawa, kami sepakat menyebut titik penyelaman malam tadi dengan nama: Spot Ayub.
Arus Soputa yang Menantang
Pada hari kedua penyelaman, mobil kami berhenti di sebuah rumah di kiri jalan. Sekitar dua puluh langkah menyusur jalan setapak, tampaklah pantai berkerikil.
Bolsel memiliki titik penyelaman yang cukup beragam dan memiliki nama unik: Spot Bares, Spot Silver Tower, Spot Matilda yang di ambil dari seorang diver wanita asal Jakarta, dan spot yang terletak di ujung Semenanjung Soputa. Hampir semua titik penyelaman di Bolsel berjarak tidak jauh dari tepi pantai. Tempat-tempat ini dapat dicapai melalui jalur darat dan dilanjutkan dengan mengunakan perahu cepat dengan rentang waktu sekitar lima hingga sepuluh menit.
Penyelaman di Soputa diwarnai oleh keunikan. Karena letaknya berada di ujung semenanjung, arus atas yang saling bertabrakan pun menjadi tantangan bagi para penyelam. Penyelam harus menggunakan teknik agar tidak terbawa arus atas dan terlempar ke laut lepas.
Setelah mendengarkan arahan singkat, para penyelam pun terjun ke air dengan melakukan teknik backroll dan langsung memacu fins untuk dapat mencapai dasar karang. Setelah kurang lebih tiga hingga lima menit berada di dasar untuk menyesuaikan keadaan, tim pun bergerak mengikuti arus menuju ke kedalaman.
Jarak pandang yang jernih kami rasakan pada kedalaman sekitar sepuluh meter. Saat berkeliling di ujung tanjung, hal yang selama ini ditunggu-tunggu hadir di depan kami. Dua gerombolan barakuda di kejauhan mendekati kami bagaikan awan kelam.
Tanjung Soputa adalah titik penyelaman yang menantang, merupakan titik wajib bagi penyelam yang mencari kekayaan flora dan fauna. Di hari terakhir di Sakau Point, dinding karang berwarna-warni mulai menyambut kami pada kedalaman lima meter. Di kedalaman 20 meter, kami menemukan bentangan pasir. Sejauh mata memandang, belut-belut bermunculan memamerkan sebagian badannya yang tak terbenam.
Hamparan belut di bentang pasir seperti ini terkenal dengan sebutan garden eel. Tak lama kemudian, mata saya menangkap pemandangan lain. Di atas kepala kami, sebuah bayangan hitam bergerak teratur. Sekelompok besar barakuda bergerak kompak, berputar bagaikan tornado. Setelah berputar empat kali, mereka hilang di biru laut. Sebuah tontonan dunia bawah air yang amat indah, menutup safari kami di akhir tahun ini.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR