Ribuan warga kini dalam proses evakuasi menyusul semburan material vulkanik dari perut Gunung Merapi, Senin (26/10/2010) pukul 17.50 WIB. Kepanikan terjadi ketika dari arah puncak meluncur gumpalan pekat bergulung-gulung ke arah wilayah Samburejo dan Kinahrejo, ke arah kediaman Mbah Maridjan.
Pengendara sepeda motor memacu kendaraannya sembari terus-menerus membunyikan klakson. Begitu juga mobil roda empat yang tadinya bersiaga di titik kumpul pertigaan Kinahrejo dan wilayah-wilayah tertinggi di lereng selatan. Sebagian besar warga dievakuasi ke barak pengungsi Umbulharjo dan Hargobinangun yang tadi siang dikunjungi Wapres Boediono.
Hujan abu sampai saat ini masih terjadi di seputar wilayah Kinahrejo. Cuaca di lereng selatan mendung tebal dan gelap, tetapi belum turun hujan. Di Yogyakarta, hujan rintik-rintik terjadi secara sporadis. Dari laporan warga yang bertahan di Samburejo dan Kinahrejo, saat ini puncak Merapi berselimut awan tebal dan belum terdengar gemuruh guguran material vulkanik lagi.
Debu vulkanik akibat luncuran material dari puncak Merapi pukul 17.50 WIB berjatuhan ke wilayah selatan, seperti Turgo, Kinahrejo, Ngrangkah, dan Samburejo. Warga di Samburejo di lereng selatan Merapi panik hebat ketika sekitar pukul 17.50 WIB terlihat ada luncuran besar yang diduga awan panas mengarah ke wilayah Samburejo dan Kinahrejo.
Warga langsung dievakuasi ke barak pengungsian yang disiapkan. Muncul laporan juga bahwa sejumlah armada mobil pengangkut malah ketakutan dan kalang kabut meninggalkan desa.
Suasana yang terekam lewat radio komunikasi warga, peringatan bahaya dan teriakan agar warga turun ke wilayah yang aman terdengar bersahut-sahutan. Guguran dan luncuran material vulkanik dari puncak Gunung Merapi memang terus termonitor hingga Selasa (26/10/2010) petang. Jumlahnya mencapai ratusan kali.
Sekitar pukul 17.15 WIB, terjadi guguran besar yang sempat terlihat dari arah tenggara dan timur. Di Turgo, sejumlah warga mencium bau belerang dan melihat abu vulkanik melayang. Kacung, warga di Samburejo, memperkirakan jarak luncuran material sudah lebih dari 2.000 meter, atau 2 kilometer dari puncak.
Umumnya mengarah ke hulu Kali Senowo, Kali Boyong, Kali Kuning, dan Kali Gendol. Informasi ini berdasarkan pengamatan visual langsung dari warga di Turgo, Kinahrejo, Samburejo, Tunggularum, dan Deles. Kawasan puncak Merapi sendiri tertutup awan sangat tebal, tetapi sesekali kubah di puncak terlihat dari pertigaan Kinahrejo, yang jadi pusat titik kumpul pengungsi.
Titik api sejauh ini belum terlihat meski deformasi kubah terus berlangsung dan cukup ekstrem pertumbuhannya. Aktivitas Merapi kali ini sangat berbeda dengan kejadian erupsi sebelumnya karena perubahan aktivitas vulkaniknya sangat radikal.
Dalam tempo sebulan status Merapi berubah menjadi Awas, level tertinggi di fase erupsi. Data yang tercatat di Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, laju inflasi kubah mencapai 42 cm/hari. Pengukuran dilakukan dengan electric distance measurement (EDM), dengan reflektor dipasang di sekitar puncak Merapi.
Bersiap evakuasi
Malam yang berkabut tebal dan tidak terlihatnya kawasan puncak Merapi membuat kewaspadaan menjadi ekstra tinggi. Di Kaliadem, Kepuharjo, dan Cangkringan, Kabupaten Sleman, warga setempat siang tadi menyelesaikan bangunan pos pantau secara gotong royong.
Pos pandang di desa-desa tertinggi di lereng selatan Merapi itu berupa pondok bambu setinggi 10 meter. Warga setempat menegaskan ingin memantau langsung pergerakan Merapi dengan keyakinan tinggi.
"Bukan berarti kami tak percaya informasi dan keputusan pemerintah dan vulkanolog. Sebagian besar warga sudah turun mengungsi," kata Ronggo, warga di Kaliadem.
Teks oleh Setya Krisna Sumargo/Tribunnews.com
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR