Penggunaan bahan bakar nabati dalam industri penerbangan komersial perlu ditinjau kembali. Pasalnya, bahan bakar tersebut ternyata belum tentu ramah lingkungan.
James Hileman, kepala insinyur riset di Department of Aeronautics and Astronautics, mengatakan manfaat penggunaan bahan bakar nabati tergantung dari cara dan proses produksinya. "Temuan studi kami menunjukkan, bahan bakar nabati yang tampak menjanjikan ternyata juga bisa menghasilkan emisi yang besar apabila dihasilkan lewat proses yang tidak benar," kata Hileman yang melakukan studi bersama Russell Stratton dan Hsin Min Wong, mahasiswa pasca sarjana MIT.
Hileman bersama timnya melakukan analisis terhadap 14 sumber bahan bakar pesawat terbang, termasuk bahan bakar fosil konvensional dan bahan bakar nabati. Mereka menghitung total emisi yang dihasilkan pada siklus hidup bahan bakar nabati, mulai dari panen di ladang, pengiriman ke tempat pengolahan, saat diproses menjadi bahan bakar hingga pembakarannya.
Tim tersebut menemukan tingkat emisi yang berbeda-beda yang bergantung pada jenis lahan yang digunakan sebagai lahan kedelai, kelapa sawit atau lobak. Tingkat emisi karbon dioksida yang dihasilkan mencapai lebih dari 10 kali lipat dibandingkan bahan bakar konvensional. Contohnya, bahan bakar nabati yang menggunakan minyak kelapa sawit menghasilkan emisi karbon dioksida 55 kali lebih banyak apabila minyaknya berasal dari perkebunan kelapa sawit hasil konversi dari hutan hujan.
Oleh karena itu, lanjut Hileman, industri penerbangan komersial perlu mempertimbangkan masak-masak keinginan untuk meningkatkan penggunaan bahan bakar nabati pada pesawat terbang. "Pada beberapa kasus, konversi lahan hutan menjadi perkebunan justru membuat penggunaan bahan bakar fosil lebih ramah lingkungan," kata Hileman.
Penggunaan bahan bakar nabati sebagai campuran bahan bakar minyak pada pesawat komersial dipelopori oleh Virgin Atlantic pada tahun 2008. Tak lama kemudian, Air New Zealand, Qatar Airways, dan Continental Airlines pun mengikuti langkah Virgin dengan melakukan hal serupa. Lufthansa pun tak mau kalah dan berambisi menjadi maskapai penerbangan pertama yang menggunakan campuran bahan bakar nabati pada penerbangan harian pesawat-pesawatnya. (Sumber: Science Daily)
Penulis | : | |
Editor | : | Pepih Nugraha |
KOMENTAR