Penelitian sel punca perlu dipandu oleh bioetika agar tidak melangkahi nilai-nilai kemanusiaan. Demikian pesan yang tersirat dalam seminar "Peran Inovasi dalam Meningkatkan Kualitas Hidup Bangsa" yang diselenggarakan oleh Biro Oktroi Rooseno serta Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) di Jakarta, Kamis (23/6).
Ketua Komisi Bioetika Nasional Umar Anggara yang hadir di seminar itu mengemukakan, ada empat prinsip bioetika kedokteran yakni ketidakmudaratan (nonmaleficent), memiliki efek penyembuhan (beneficence), menghormati otonomi pasien (autonomy), serta perlakuan yang adil terhadap pasien (justice). "Prinsip itu berperan memandu, bukan menghalang-halangi," kata Umar.
Komisi Bioetika Nasional sendiri telah terbentuk pada 2004, berdasarkan kesepakatan bersama Menristek, Menkes, dan Mentan. Fungsinya mengawal, memantau, meletakkan rambu-rambu bagi riset ilmu pengetahuan yang bergerak di bidang biologi molekuler dan rekayasa genetika.
Undang-undang No. 18/2002 tentang Sistem Nasional Penelitian Pengembangan dan Penerapan IPTEK pada pasal 22 menyatakan bahwa pemerintah menjamin kepentingan masyarakat, bangsa, negara, beserta keseimbangan tata kehidupan manusia dengan kelestarian lingkungan hidup.
Penelitian mengenai sel punca pada manusia dipicu oleh pesatnya bioteknologi pada dekade 1980 dan 1990, yang antara lain ditandai dengan ditemukannya teknik pengenalan dan pengubahan material genetik serta metode untuk menumbuhkan sel-sel manusia di laboratorium.
REKOMENDASI HARI INI
Bukan Sekadar Tren, Resolusi Tahun Baru Bertahan selama Ribuan Tahun
KOMENTAR