Sekarang, beberapa tahun setelah penemuan kapal, para peneliti telah menyimpulkan bahwa Mars merupakan suatu kapal terbaik yang terawet dari jenisnya, yang mewakili generasi pertama kapal perang besar tiga tiang layar di Eropa.
Sejarawan Angkatan Laut tahu banyak tentang kapal abad ke-17, tapi sangat sedikit tentang kapal perang dari abad ke-16, kata Johan Rönnby, profesor arkeologi maritim di Södertörn University di Swedia, yang mempelajari kapal sepanjang 60-an meter yang karam itu.
"Ini adalah mata rantai yang hilang," kata Rönnby, yang karyanya didanai sebagian oleh hibah dari Global Exploration Fund, National Geographic Society. Tahun 1500-an merupakan periode penting, katanya, masa ketika kapal perang tiga tiang layar besar mulai dibangun.
Baca Juga: Nasib Kapal-Kapal Kuno yang Tenggelam di Jalur Rempah Nusantara
Para peneliti telah menemukan kargo kapal perang awal yang disebut galleon-bentuk mirip jenis kapal Mars di masa tak jauh sesudahnya. Dan mereka sudah menyusun kembali potongan kapal yang sebenarnya, termasuk kapal unggulan Inggris Mary Rose, yang tenggelam dalam pertempuran tahun 1545. Tapi belum pernah mereka menemukan sesuatu yang seutuh Mars.
Rönnby dan timnya ingin meninggalkan Mars di dasar laut dan sebagai gantinya menggunakan pindai tiga dimensi dan foto-foto untuk berbagi soal kapal karam itu dengan dunia.
Baca Juga: Temuan Peti Harta Karun Kapal Rempah VOC yang Berlayar ke Batavia 1740
Rönnby, dengan bantuan Richard Lundgren, termasuk pemilik Ocean Discovery, sebuah perusahaan penyelam profesional yang membantu dalam kerja arkeologi maritim dan lain-lain, telah menyusun mosaic foto dan memindai kapal karam itu untuk menghasilkan rekonstruksi tiga dimensi. Dengan pendanaan dari National Geographic Society/Waitt Grants Program, mereka bekerja musim panas ini untuk menyelesaikan pemindaian seluruh kapal.
Pengangkatan kapal dari laut membutuhkan biaya banyak, dan dapat menyebabkan kerusakan yang berarti terhadap artefak. Pemindaian laser yang dilakukan Lundgren dan tim memiliki ketepatan sampai dua milimeter, lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sebagian besar peneliti.
Baca Juga: Kisah ‘Indiana Jones’ Thailand Menyelami Sungai Keruh Demi Harta Karun
Membedah Target Ambisius Mozambik Memaksimalkan Potensi 'Blue Carbon' Pesisirnya
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR