Sebagai informasi, pekan lalu, eksplorasi terhadap minyak di Arktika yang ditemukan dalam eksperimen skala besar sekitar tahun 1980-an itu mendapatkan dorongan besar setelah ExxonMobil menyatakan siap menanamkan investasi sebesar US$3,2 miliar atau sekitar Rp27,3 triliun di sana. Dan kemungkinan, eksplorasi ini akan menjadi eksplorasi minyak yang paling berisiko yang pernah dilakukan.
“Jika ada kebocoran minyak di bawah es di Arktika, akan sangat sulit, atau bahkan tidak mungkin mencegah kebocoran itu menjadi sebuah malapetaka lingkungan,” kata Wadhams. “Itu jauh lebih sulit ditangani dibandingkan dengan kebocoran besar yang terjadi di laut terbuka,” ucapnya.
Seperti diketahui, kecenderungan yang terjadi belakangan ini adalah para perusahaan minyak dunia mulai beralih ke kawasan kutub utara untuk mendapatkan pasokan minyak. Alasannya, cadangan minyak bumi di kawasan lain di dunia sudah mulai habis dan yang tersisa pun semakin sulit diambil. Sayangnya, baik keuntungan yang akan didapat dari minyak kutub utara serta besarnya potensi bencana yang akan terjadi sama dahsyatnya.
Di kawasan lingkar Arktika, diketahui terdapat cadangan minyak sebanyak 160 miliar barrel. Jumlah ini lebih dari seperempat cadangan minyak bumi dunia yang belum ditemukan. Sebagian di antaranya berada di bawah tanah, misalnya di kawasan Alaska, namun yang jauh lebih besar berada di bawah laut Samudra Arktika dan di lepas pantai Greenland yang hampir sepanjang tahun selalu diselimuti es. (Sumber: The Independent)
Penulis | : | |
Editor | : | Deliusno |
KOMENTAR