Konflik manusia dengan harimau (Panthera tigris) masih menjadi unsur utama pembunuhan dan perburuan harimau. Perisitiwa terakhir yang terjadi adalah pembunuhan harimau berusia lima tahun di kawasan hutan lindung di daerah Desa Mangkurajo, Kecamatan Lebong Selatan, Kabupaten Lebong, Bengkulu, Senin (9/1).
Sebelumnya pada Oktober 2010 juga terjadi kematian mengenaskan seekor harimau yang mati dalam perangkap petugas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau. Harimau ini mengalami konflik dengan manusia setelah menerkam seorang buruh kelapa sawit.
Menurut Country Director Wildlife Conservation Society (WCS), Noviar Andayani, kejadian ini pasti akan kembali terulang di masa depan. Karena interaksi manusia dengan harimau makin tinggi dan harimau kalah dengan kebutuhan manusia.
Sebagai contoh terjadi di wilayah kerja WCS di Aceh. Diceritakan Noviar jika masyarakat membuka lahan yang akhirnya menciptakan rumput pengundang babi atau rusa. Kedua hewan ini akhirnya mendatangkan harimau sebagai predatornya.
"Saat manusia memasang perangkap untuk babi, yang kena malah harimau. Kalau harimau tak bisa makan babi, maka yang dikejar adalah kambing warga atau bahkan manusia yang ada di kebun," kata Noviar ketika ditemui dalam acara Lokakarya Penggalangan Sumberdaya untuk Pelaksanaan Rencana Nasional Pemulihan Harimau di Hotel Le Meridien, Jakarta, Selasa (17/1). "Ini yang menyebabkan banyak harimau terlibat konflik dengan manusia yang 'marah'," ujarnya lagi.
Keadaan masyarakat seperti ini membuat tak ada cara pasti yang menjamin bisa mengamankan harimau. Namun, Noviar menyarankan agar ada komunikasi antara pihak konservasi dengan masyarakat. "Kita harus bicara langsung dengan masyarakat dan menyadarkan bahwa hidup dengan harimau itu harus ada seni tersendiri. Mereka musti sadar bahwa mereka berbagi tempat." kata Noviar.
Hal ini juga ditegaskan oleh Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Darori. Menurutnya, kondisi manusia yang membunuh harimau kadang juga tidak bisa disalahkan. Terutama masyarakat yang hidup di sekitar wilayah konservasi karena tidak pernah mendapat informasi terancam punahnya kehidupan harimau dari TV atau pun koran.
"Ancaman harimau yang pertama itu adalah manusia, kedua adalah kemiskinan yang memaksa mereka merambah hutan. Yang terakhir adalah pengusaha yang mengambil sumber daya dari hutan," kata Darori.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR