Ungkapan dalam bahasa Latin Homo homini lupus est seringkali digunakan dalam ilmu psikologi dan sosiologi. Istilah yang berarti 'manusia adalah serigala bagi manusia lainnya' ini menganalogikan manusia bisa membahayakan satu sama lain.
Tapi bagaimana bila serigala (Lupus) itu berada di dalam dan dan memakan diri Anda sendiri? Inilah yang disebut dengan penyakit Systemic Lupus Erythematosus atau sering disebut dengan Lupus.
Penyakit autoimun kronis di mana sistem imun yang seharusnya melindungi tubuh dari bahaya infeksi virus dan bakteri dari luar malah berbalik menyerang sistem dan organ tubuh sendiri. Penyakit ini juga dikenal dengan penyakit 1.000 wajah karena seringkali gejalanya menyerupai penyakit lain. Sehingga bila tidak terdeteksi secara dini dapat berakibat fatal dan menimbulkan kematian.
Odapus (orang dengan Lupus) harus mengonsumsi obat dalam jangka panjang bahkan seumur hidup. Mirisnya, 90 persen penderita Lupus adalah perempuan usia produktif. Ini ada kaitannya dengan peran hormon esterogen yang dimiliki kaum perempuan. Dalam usia produktif, hormon ini tengah dalam produksi tinggi dan membuat Lupus rentan menyerang.
Hingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab timbulnya Lupus,"Namun faktor genetika jadi salah faktor yang berpengaruh," kata dr. Rachmat Gunadi sebagai pemerhati Lupus dalam Talkshow Care for Lupus Syamsi Dhuafa Foundation (SDF) di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta, Kamis (19/1).
"Sulit mendiagnosa Lupus karena tidak seperti mendiagnosa misalnya penyakit diabetes. Mendiagnosa Lupus membuat dokter seperti menyusun puzzle," tambah pria jebolan FK UNSRI, Palembang ini.
Masalah lain dalam Lupus adalah obat yang belum berhasil ditemukan. Obat yang ada selama ini hanya untuk mengurangi gejala yang ditimbulkan dengan biaya cukup mahal. Dikatakan Rachmat, salah satu pasiennya beberapa kali masuk Intensive Care Unit (ICU) hanya dalam waktu empat hari di RS. Biaya rawat ICU per harinya dan obat-obat yang harus dikonsumsi membuat ekonomi keluarga si pasien akhirnya ambruk.
Ditambahkan oleh Dian Syarief, Ketua SDF dan juga pengidap Lupus selama 12 tahun, dia sudah 20 kali naik meja operasi. "Saya lebih merasakan sakit karena efek samping dan komplikasi. Kalau soal biaya, sudah tidak terhitung lagi," kata Dian yang kini aktif jadi pembicara soal Lupus.
Lupus tidak dapat disembuhkan namun dapat dikendalikan dengan beberapa cara. Antara lain menghindari paparan sinar matarahari langsung, hindari stres, cukup tidur dan istirahat, pola makan bergizi, menghindari zat pengawet dan perwarna, olahraga ringan, dan berhati-hati dalam menggunakan suplemen terapi.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR