Tim penyelamat gabungan dari PT Restorasi Habitat Orangutan Indonesia (RHOI), Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF), dan Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam Kalimantan Timur (BKSDA Kaltim) berhasil menyelamatkan dua orangutan, induk dan anak, di wilayah perkebunan PT Bakacak Himba Bahari (BHB) pada 22 Januari 2012 lalu.
Keduanya ditemukan hanya 500 meter dari persemaian kelapa sawit dalam kondisi kelelahan setelah dikejar semalaman oleh para pemburu. Si induk, yang kemudian diberi nama Suci, ternyata sedang hamil tiga bulan. Sedangkan anaknya yang berusia enam tahun dan diberi nama Sri juga tak memberikan perlawanan apa pun.
Pasangan Ibu dan anak ini kemudian dilepas ke kawasan Hutan Kehje Sewen pada 27 Januari 2012 lalu. Hutan ini merupakan lahan restorasi ekosistem yang dikelola oleh RHOI dengan luas 86.450 hektar di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
"Inilah pertama kalinya kami menyelamatkan orangutan untuk dilepasliarkan ke hutan seluas lebih dari 86 ribu hektar itu," ujar Bungaran Saragih sebagai Ketua Dewan Pembina BOSF dalam jumpa pers yang berlangsung di Grand Indonesia, Jakarta, Kamis (2/1).
Namun, tugas tim penyelamat tidak selesai sampai di situ. Sebab, Suci dan Sri baru bagian kecil dari orangutan yang tengah menunggu diselamatkan. Saat ini BOSF memiliki 850 individu orangutan di pusat rehabilitasinya. Setiap bayi orangutan yang ada di pusat rehabilitasi itu membutuhkan waktu tujuh tahun untuk bisa diajarkan bertahan hidup di hutan. Di mana satu individu orangutan membutuhkan biaya Rp3,5-Rp4 juta per bulannya.
"Setiap Anda melihat ada bayi orangutan di kandang, itu artinya ada satu induk orangutan yang mati di alam liar," kata Jamartin Shite sebagai President Director RHOI.
Dari 850 orangutan ini, rencananya akan ada 620 orangutan yang dilepas di Kalimantan Tengah. "Namun, pelepasliaran ini pasti ada resikonya. Pertama, kami harus menarik batas alam seperti sungai agar tidak bersaing dengan orangutan liar. Kedua, pasti akan ada pengurangan kapasitas hutan," ujar Jamartin lagi.
Hutan Kehje Sewen -yang artinya hutan bagi orangutan dalam bahasa Dayak- rencananya akan bertambah 30 ribu hektar lagi. Di sini, jika memungkinkan, akan dilepasliarkan lagi beberapa orangutan Kaltim. Namun, hingga sekarang izin konsesinya tengah diperjuangkan dengan biaya sebesar Rp4,5 miliar. Lahan sebelumnya seluas 86.450 hektar pun juga tidak murah, karena RHOI sebagai PT bentukan BOSF harus mengeluarkan biaya Rp13 miliar yang berasal dari para donor di Eropa dan Australia.(Foto:Dok.BOSF)
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR