"Bagi saya dan kawan-kawan segenerasi, baik pembuat film maupun bukan, menyaksikan film-film klasik Indonesia adalah saat menggetarkan, tapi juga hampir selalu menyakitkan. Film-film itu kami tonton dalam keadaan terputus-putus, penuh goresan, dengan suara kadang hilang..."
Demikian kata Lisabona Rahman, Manajer Program Kineforum-Dewan Kesenian Jakarta. Lisa menjelaskan, kerinduan akan film klasik yang bergambar serta bersuara mulus terwujud setidaknya melalui restorasi salah satu karya film, "Lewat Djam Malam."
Karya Usmar Ismail yang pernah memenangkan lima penghargaan Festival Film Indonesia tahun 1955 tersebut telah diputar perdana pada program Cannes Classics di pembukaan Festival Film Cannes, 17 Mei 2012.
Proyek restorasi film "Lewat Djam Malam" ini terlaksana berkat kerja sama beberapa lembaga: National Museum of Singapore, Yayasan Konfiden, Sinematek Indonesia, Kineforum, dan World Cinema Foundation.
"Kami tidak punya alasan untuk tidak terlibat. Sebagai institusi nasional yang berdedikasi pada sejarah Singapura, kami terdorong oleh kebutuhan mendesak untuk menjaga warisan bersama film di Asia Tenggara," ujar Lee Chor Lin, Direktur National Museum of Singapore. Ia menambahkan, film sekaliber "Lewat Djam Malam" patut ditonton dan diapreasiasi oleh sebanyak-banyaknya penonton di dunia.
Proses restorasi sendiri cukup rumit. Sebagaimana ditegaskan oleh Alex Sihar dari Yayasan Konfiden, "Ini seperti pekerjaan forensik. Bagaimana harus melakukan kolase satu per satu frame, membutuhkan ketelitian yang luar biasa. Saya melihat ini adalah kerja serius, bukan hanya karena teknologi memadai saja."
Menurut penulis dan kritikus film JB Kristanto, "Lewat Djam Malam" terpilih untuk jadi film yang direstorasi karena dinilai merupakan benchmark film Indonesia sepanjang masa. Sekaligus karya terbaik Usmar Ismail.
Usmar Ismail merupakan tokoh perfilman Indonesia pula karena ialah sutradara pertama Indonesia yang memperlakukan film sebagai suatu bentuk ekspresi pribadi. "Kondisi pada saat itu adalah, film seringkali bukan menjadi pernyataan sang pembuatnya karena ada campur tangan pihak produser," papar Kristanto tentang Usmar Ismail, "Ia salah satu orang yang melihat estetika atau sejarah lewat film."
Berkisah mengenai realita bekas pejuang kemerdekaan pascaperang, film ini memang sebuah kritik sosial yang tajam. "Lewat Djam Malam memiliki signifikansi historis. Memuat sejumlah wawasan penting, dalam transisi kemerdekaan," imbuhnya.
Bagi publik Indonesia, film ini akan diluncurkan di jaringan bioskop 21 Cineplex serta Blitzmegaplex di Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, secara serentak mulai 21 Juni mendatang.
Restorasi, Lalu Preservasi
Restorasi "Lewat Djam Malam" direncanakan tidak menjadi proyek terakhir restorasi film klasik Indonesia. Komunitas Sahabat Sinematek, mitra Sinematek Indonesia, bakal melakukan berbagai inisiatif dalam restorasi warisan sejarah bangsa ini.
"Kita sudah teledor. Tanpa dijaga, budaya (perfilman) Indonesia akan pudar dikikis budaya baru," ucap Totot Indrarto, yang turut terlibat dalam proyek restorasi dan aktif di pembentukan badan hukum Sahabat Sinematek.
Namun, restorasi pun bukan penghujung untuk proses menyelamatkan dokumentasi sejarah perfilman. Setelah restorasi itu diperlukan pula preservasi bagi setiap koleksi film, mengingat usia sebuah film bergantung banyak pada proses dan kondisi penyimpanannya. Ini berarti, upaya pelestarian warisan film perlu ditunjang dengan kesadaran untuk mengarsipkan dan memelihara.
Keadaan di Sinematek Indonesia saat ini yaitu 414 koleksi (14 persen dari total seluruh film yang pernah diproduksi di Indonesia), sekitar seratus dalam kondisi tak layak, baik rusak berat maupun ringan.
"Di samping restorasi, yang terpenting adalah soal perawatan berkelanjutan atau preservasi," Berthy Ibrahim, Kepala Sinematek Indonesia menekankan.
Seluloid film adalah bahan yang mudah berproses terhadap air atau udara, sehingga mudah rusak. "Idealnya, film-film ini dibersihkan setiap empat bulan sekali. Di Sinematek Indonesia sendiri, umumnya baru bisa enam bulan sekali," kata Berthy lagi.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR