Wayang, kesenian asli Indonesia yang diakui UNESCO sejak tahun 2003, menjadi kebanggaan bangsa yang wajib dilestarikan. Namun, kebanggaan ini ternyata bisa dipadamkan oleh mereka yang menjadi komponen utama dalam seni wayang.
Dikatakan oleh Dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta Bambang Murtiyoso, dalang -salah satu komponen wayang- sudah berubah orientasi. Perhatian sebagian besar dalang lebih ke arah komersialisasi. Mengenyampingkan fungsi pengabdian (devosional) dan etika, untuk lebih mengedepankan estetika dan hiburan.
Salah satu faktor utama hal ini bisa terjadi adalah masa reformasi yang berpengaruh kuat ke dalam pertunjukan wayang. "Pengolahan kreativitas pertunjukan cenderung lebih bebas dan sangat tebuka. Muncullah wayang-wayang dangan format baru dan "liar"," demikian papar Bambang dalam tulisannya "Wayang Mengalir Sepanjang Zaman" di acara diskusi wayang, di Hotel Santika, Jakarta, Jumat (29/6).
Perubahan orientasi ini, dikatakan Bambang lagi, bisa mematikan kesenian wayang. "Hal ini disebabkan oleh para seniman pedalangan lebih berorientasi pada finansial yang tidak didasari etos proporsional dan profesional."
Dalang merupakan satu dari lima komponen wayang. Empat lainnya adalah wayang (pengrajin wayang), gamelan, sinden, dan penonton. Menurut Ensiklopedia Wayang Indonesia, dalang adalah pemimpin, pengarah, sutradara, dirigen suatu pertunjukkan wayang. Seorang dalang harus hafal banyak cerita wayang, memahami silsilah tokoh, dan filsafat cerita yang dikandungnya.
Dalang yang baik juga harus memiliki karisma, punya greget, dan kemampuan mengendalikan penonton. Bahkan di zaman dulu, dalang wajib punya suara lantang dan nyaring. Namun, kewajiban kemampuan ini layu setelah ditemukan teknologi microphone.
Menurut Ketua Umum Persatuan Pedalangan Indonesia (PEPADI) Pusat Ekotjipto, dalang masih merupakan faktor penting dalam kelestarian wayang. Sebab, regenerasi seniman pedalangan adalah salah satu syarat wayang tetap lestari di Indonesia. "Untuk itu perlu pembinanaan dan revitalisasi sanggar-sanggar pedalangan dan memperluas pendidikan formal," papar Ekotjipto.
Cara pelestarian berikutnya adalah memperbanyak dan memperluas pagelaran wayang di masyarakat. Selain itu, secara periodik melaksanakan festival secara berjenjang mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan tingkat nasional.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR