Indonesia memiliki sumber daya geothermal terbesar di dunia, sebanyak 28.944 MWe (megawatt-elektrikal). Namun, hingga saat ini baru 1,2 MWe yang digunakan atau hanya sekitar empat persen dari keseluruhan potensi yang ada.
Penggunaan sumber daya ini membuat Indonesia kalah dari Filipina yang bisa mengeksplorasi 70 persen potensi geothermalnya. Dari hasil perhitungan Institut Teknologi Bandung (ITB), harusnya potensi Indonesia bisa naik hingga 35 persen di tahun 2025.
Meski demikian, perhitungan ini memiliki banyak kendala. Dikatakan Dosen Teknik Geothermal ITB Nenny Miryani Saptadji, warga sekitar wilayah potensi geothermal belum siap dengan pengembangan ini.
"Apa gunanya geothermal jika daerah resapannya dipotong oleh warga? Sustanaible development bisa terjadi dengan proper management," kata Nenny dalam acara peluncuran laporan World Wildlife Fund (WWF), Igniting the Ring of Fire: A Vision for Developing Indonesia's Geothermal Power, di Jakarta, Kamis (5/7).
Kritik ini dikatakan Nenny berdasarkan pengalaman eksplorasi geothermal di wilayah pegunungan yang berakhir dengan pemotongan pohon dan merusak ekosistem. Ditambahkan oleh Abadi Poernomo sebagai Presiden Asosiasi Panasbumi Indonesia (API), energi geothermal di Indonesia memiliki masalah klasik economic values.
"Secara kapabilitas, Indonesia mumpuni dalam hal geothermal tapi tidak bisa berkembang dari sisi perekonomian selama bahan bakar fosil masih disubsidi Pemerintah," kata Abadi.
Disarankan oleh Rinaldy Dalimi sebagai anggota Dewan Energi Nasional, masalah ini bisa teratasi jika Pemerintah mau turun tangan mengurangi biaya pengelolaan energi geothermal. Perusahaan yang ingin mengeksplorasi sumber tenaga ini diberikan modal US$30 juta.
"Namun, Pemerintah tidak berhak meminta uang ini kembali jika eksplorasi gagal. Sebaliknya, akan ada perhitungan sendiri jika nantinya eksplorasi berhasil dilakukan," demikian saran Rinaldy.
Geothermal yang berasal dari panas Bumi, menghasilkan energi lebih ramah lingkungan. Potensi energi ini di Indonesia pertama kali dipetakan oleh Badan Survei Geologi Kolonial Belanda (DCGS) di awal abad 20.
Namun, eksplorasi lebih lanjut dari hasil badan survei ini baru dilakukan di tahun 1969 oleh Survei Geologi Indonesia. Hingga pertengahan tahun 1980-an, sekitar 70 situs potensi geothermal telah berhasil diidentifikasi. Di tahun 2011, tercatat ada 276 area potensi dengan 37 di antaranya masuk dalam "area pekerjaan tambang."
Menurut Kepala Sekertariat Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Agus Purnomo, penggunaan potensi ini harus segera dilakukan. Sebab, dua atau tiga dekade lagi, Bumi tidak akan mampu menghidupi penghuninya. "Kita sedang mencari cara mencapai keseimbangan antara economy wealth dengan sustainability wealth," kata Agus.
Ditambahkannya, kebijakan soal lingkungan di tingkat Presiden sudah jelas. Penerapannya tinggal diturunkan ke tingkat daerah dan provinsi. Di sinilah peran LSM dan swasta dibutuhkan.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR