Indonesia merupakan negara penghasil kakao ketiga di dunia dengan produksi yang terus tumbuh 3,5 persen tiap tahunnya. Data dari Badan PBB untuk Pangan dan Pertanian (FAO) menyebutkan, Indonesia memproduksi 574 ribu ton kakao di tahun 2010. Menyumbang sekitar 16 persen dari produksi kakao secara global.
Namun, jumlah ini masih kalah dari Pantai Gading dan Ghana. Negara pertama disebut meraih produksi sekitar 1,6 juta ton produksi kakao di tahun 2010. Menjadikan mereka penghasil utama kakao di dunia dengan 44 persen suplai global berasal dari negara Afrika Barat itu.
Sedangkan Ghana, meski dikekang masalah penyakit yang menyebar, tetap menduduki peringkat kedua dalam produksi kakao di dunia.
Pada 2014 mendatang, Indonesia berkomitmen untuk mengalahkan kedua negara ini. Sebagai mesin pendukung, Pemerintah mulai mengembangkan sentra agroindustri komoditas kakao di beberapa daerah penghasil di Indonesia. Daerah Istimewa Yogyakarta mendapat kehormatan jadi wilayah sentra agroindustri komoditas kakao pertama di Tanah Air. Daerah percobaan ini diharapkan mampu meningkatkan pengembangan perkebunan kakao secara nasional.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian RI Gamal Nasir mengatakan, “Negara kita masih pemasok utama kebutuhan biji kakao dunia yakni sebesar 13,6 persen. Saat ini, produksi kakao Indonesia mencapai 809 ribu ton,” ujarnya di Yogyakarta, Kamis (12/7).
Gamal menambahkan, komoditas kakao manjadi salah satu komoditas unggulan perkebunan nasional. Pasalnya, komoditas kakao adalah penghasil devisa, sumber pendapatan petani, pencipataan lapangan kerja, serta mampu mendorong tumbuhnya agribisnis, dan agroindustri.
Kendati demikian, pengembangan perkebunan kakao nasional belum mencapai tingkat optimal. Ia mengatakan ada beberapa kendala. Di antaranya penurunan produktivitas tanaman kakao akibat kurang perawatan dan serangan hama, serta rendahnya mutu biji kakao yang belum sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan.
Untuk teknologi pertanian yang terkait pengolahan kakao, Pemerintah menggandeng Universitas Gadjah Mada (UGM). Dekan Fakultas Tekonologi Pertanian UGM Djagal Wiseso Marseno mengatakan, desa-desa penghasil kakao akan diberikan input teknologi pengolahan kakao untuk meningkatkan kualitas biji kakao fermentasi.
Menurut Djagal, rendahnya mutu biji kakao disebabkan penanganan pascapanen yang belum selesai dan sebagian besar biji kakao yang dihasilkan belum terfermentasi.
Penulis | : | |
Editor | : | Bambang Priyo Jatmiko |
KOMENTAR