Permasalahan sampah masih jadi hal memusingkan di masyarakat. Selain menggangu kesehatan di wilayah pemukiman, jalan, dan perkantoran, sampah juga merusak keindahan pariwisata.
Keberadaan sampah tak lepas dari kehadiran manusia. Data dari Indonesia Solid Waste Association (InSWa) menyebut, setiap hari seorang manusia rata-rata membuang 0,5 kilogram sampah. Hal ini tak berhenti ketika manusia berpelesir.
Alasan yang dikemukakan seseorang ketika membuang sampah di destinasi wisata adalah kurangnya tempat pembuangan. Atau minimnya jumlah tempat sampah yang ada.
Sedangkan dari sisi lebih besar, dalam hal ini industri pariwisata, diketahui jika hotel dan restauran di pesisir pantai sering kali membuang limbahnya ke laut. Masalah makin menumpuk karena kapal pesiar, ferry, atau pun kapal kargo juga melakukan hal sama. Dengan demikian perlu adanya ketegasan dari pihak Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) untuk menindak industri yang mengabaikan kebersihan.
"Kebersihan adalah investasi pariwisata. Kalau suatu tempat sudah bersih, orang tidak akan berani membuang sampah sembarangan," kata Ketua Umum InSWA Sri Bebassari dalam diskusi bulanan blogger Kompasiana di Gedung Kemenparekraf, Sabtu (4/8), di Jakarta.
Tindakan tegas pada industri pariwisata merupakan satu dari empat rekomendasi yang diusulkan InSWa dalam hal fasilitas. Tiga hal lainnya yakni sarana mandi, cuci, kakus (MCK) yang memadai di destinasi wisata; sarana reuse, reduce, recyle (3R); serta kerja sama dengan swasta dan LSM untuk penerapan teknologi tepat guna.
Ditambahkan Sri, sudah ada Undang-undang yang mengatur sampah dalam UU Sampah No.18/2008. Namun, UU ini terbentur masalah sosialisasi. Padahal, sosialisasi perlu didesain secara simpatik, agar orang mengikuti.
"Kalau Anda bukan orang sembarangan, maka jangan buang sampah sembarangan," kata Amilia Agustin, gadis 16 tahun yang dijuluki Ratu Sampah dan sejak usia 12 tahun sudah menggawangi gerakan Zero Waste School.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR