Wacana menghentikan angin ribut, seperti badai Sandy, dengan bom nuklir sudah beredar sejak tahun 1960-an. Hanya saja, penggunaan bom nuklir sulit diterapkan. "Kesulitan utamanya adalah jumlah energi yang dibutuhkan," kata Chris Landsea, petugas operasional dari National Hurricane Center, Amerika Serikat, yang juga seorang peneliti meteorologi dari NOAA.
Badai hurikan memperoleh energi dari hangatnya air laut serta perubahan uap air menjadi tetesan air hujan. Panas yang dilepaskan selama proses kondensasi terus menghangatkan udara di sekitarnya, sehingga menyebabkan lebih banyak air laut yang menguap dan mengembun terus menerus.
Badai yang sudah sempurna melepaskan energi panas sebesar 50 terawatt, bahkan lebih, pada suatu waktu. Dari sekian banyak energi tersebut, hanya satu persen yang berubah menjadi angin. "Panas yang dilepaskan, setara dengan nuklir berkekuatan 10 megaton yang meledak 20 menit sekali," seperti ditulis Landsea dalam laporan penelitiannya.
Dengan demikian, Landsea mengambil kesimpulan bahwa tidak mungkin menghentikan Sandy dengan nuklir --seperti menghentikan mobil ngebut dengan sehelai bulu.
Landsea juga menjelaskan bahwa nuklir bisa memperparah keadaan. Menurutnya, bukannya menghentikan Sandy, nuklir diperkirakan malah menambah asupan panas dan membuat badai semakin kuat. Yang pasti, nuklir akan menyebabkan sebuah bencana yang sangat mengerikan: badai radioaktif.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR