Dari 234 stasiun pengamatan di seluruh Indonesia, kondisi terumbu karang secara umum menunjukkan peningkatan. Meski tidak signifikan, peningkatan ini mewakili adanya kesadaran lebih dari masyarakat daerah untuk melestarikan lingkungan laut Nusantara.
Perkembangan ini juga merupakan buah manis kegiatan Coral Reef Information and Training Center (CRITC). Kegiatan ini merupakan bagian dari Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) yang memang tujuan utamanya menyelamatkan terumbu karang Indonesia.
Untuk program ini, Indonesia dibagi menjadi dua bagian, Barat dan Timur. Indonesia Barat yang terdiri dari delapan lokasi, termasuk Nias, Mentawai, dan Kepulauan Riau, disponsori Asia Development Bank. Sedangkan Indonesia Timur yang terdiri dari tujuh lokasi termasuk di antaranya Selayar, Wakatobi, dan Raja Ampat, didukung World Bank.
"Di tujuh Kabupaten di wilayah yang didukung World Bank, lima lokasi cenderung meningkat. Hanya Biak (Papua) yang kurang berkembang," kata Giyanto, Direktur CRITC Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di acara "Workshop CRITC Pasca COREMAP II," di Jakarta, Kamis (1/11).
Terumbu karang di Biak, tambah Giyanto, tidak mengalami peningkatan karena faktor alam. Bukan karena campur tangan manusia yang mengambil sumber dayanya. "Memang masih ada sedikit faktor fishing (pemancingan), namun sekarang sudah berkurang. Kesadaran masyarakat juga meningkat," ujarnya.
COREMAP sudah mengalami dua fase, yang pertama dimulai sejak tahun 1998 hingga 2004 dan fase kedua pada tahun 2004 sampai 2011. Hingga akhir fase kedua, sudah terlihat adanya peningkatan implementasi di daerah.
Dikatakan Nurul Dewani sebagai salah satu peneliti di CRITC COREMAP II LIPI, meski ada kendala dana, daerah yang terlibat menunjukkan komitmen pelaksanaan. "Daerah bisa melalukan CRITC dengan anggaran sendiri. Namun, memang tidak semua bisa dipaksakan karena harus ada proses ke DPRD masing-masing," kata Nurul.
Perbaikan karang menuju COREMAP III
Program COREMAP dilakukan mengingat ekosistem terumbu karang di Indonesia mulai mengkhawatirkan. Data LIPI pada tahun 2011 menyebut hanya 5,58 persen karang dalam kondisi sangat baik dan 26,95 persen kondisinya baik.
Sisanya sebanyak 36,90 persen dalam kondisi cukup dan 30,76 persen dalam kondisi kurang baik. Hal ini terjadi karena nelayan masih menggunakan teknik yang tidak ramah lingkungan seperti bubu, lampara, racun, dan bom.
"Ini memprihatinkan karena cara tersebut merusak terumbu karang dan hanya 5,48 persen karang di Indonesia yang dalam kondisi sangat baik," kata Zainal Arifin, Kepala Pusat Peneliti Oseanografi LIPI.
Dengan adanya peningkatan kualitas terumbu karang pasca COREMAP fase II, maka diharapkan berlanjut ke fase III. Dalam fase ini akan ditetapkan sistem pengelolaan terumbu karang yang andal dan operasional. Diharapkan pula di akhir fase III, tiap daerah bisa jalani kegiatan tanpa adanya dana dari luar.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR