“Lempar lagi lah Bang! Lempar lagi lah!” teriak Fernando (12) berulang kali dari kejauhan. Kaki dan tangannya sibuk bergerak. Ia berusaha menahan tubuhnya agar tetap mengambang di permukaan air Danau Toba yang cukup dingin.
Siang itu, sudah lebih dari 15 menit ia dan empat anak lainnya mengapung tanpa henti di samping kapal feri yang akan membawa penumpangnya dari Pelabuhan Tomok di Pulau Samosir, ke Pelabuhan Ajibata yang berbatasan langsung dengan Kota Parapat, Sumatra Utara.
Hermas R. Maring, rekan seperjalanan saya, sengaja menukarkan lembar uangnya dengan beberapa koin seribuan, yang memang dijajakan oleh penduduk setempat. Ia pun melemparkannya ke arah yang berbeda-beda, membiarkan Fernando dan teman-temannya berenang dan menyelam memperebutkan uang logam itu.
Hermas memperhatikan, bagaimana mereka saling membantu, atau justru saling menghalangi satu sama lain saat koin menyentuh air. Sementara berdiri itu tak jauh dari saya, seorang anak sebaya Fernando berdiri memegangi beberapa baju. Tangan kanannya tampak menggenggam sejumlah uang.
Tiba-tiba kami dikejutkan oleh suara klakson kapal yang memekakkan telinga. Waktunya untuk angkat sauh. Beberapa anak mulai berenang ke tepian, sementara Fernando berteriak semakin kencang. Saat kapal memecah permukaan danau yang cukup beriak, Fernando terlihat duduk di bagian haluan kapal, di antara tali jangkar yang berseliweran. Ia sedang menghitung uang dan membaginya kepada Dion, rekannya.
Fernando yang mengaku sudah memperebutkan koin sejak umur enam tahun, adalah perenang paling senior di antara teman-temannya. Menurutnya ada beberapa kelompok perenang yang berasal dari Ajibata tempatnya tinggal, juga Tomok. Ia mengaku bahwa uang yang ia dapatkan ia berikan kepada ibunya, untuk biaya hidup. “Bapak, sudah tidak ada,” ujarnya acuh tak acuh.
Saat Hermas memandangnya dengan tajam dan berkata, “Jangan-jangan uangnya kau belikan rokok,” Sontak Fernando menjawab dengan nada yang tinggi sambil membusungkan dada, “Tidak, Abang! Kalau saya merokok, saya tidak akan kuat berenang!”
Ia kadang memperebutkan koin empat kali seminggu dengan pendapatan hingga Rp20 ribu setelah dibagi dengan teman-temannya. Termasuk anak dengan baju di tangan. “Bajunya bisa hilang kalau tak dijaga,” katanya memberi alasan kepada saya.
Ia bercerita pernah ada seorang pengusaha setempat yang kaya raya dan melemparkan uang berjumlah dua juta rupiah, dalam pecahan seratus ribuan. Fernando beberapa kali menjadi bintang di acara televisi yang meliput kegiatannya itu. Ia pun mengaku uang yang ia dapatkan saat itu sebesar Rp50 ribu.
Sebelum kapal merapat di Pelabuhan Ajibata, Hermas sempat melontarkan pertanyaan, “Mau jadi apa kau kalau sudah besar nanti?” Sambil terus memandangi uang di tangan, jawaban Fernando yang lantang menyentak kami berdua. “Saya mau jadi artis, Bang!!”
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR