Warna alam ternyata tidak kalah dengan warna buatan. Selain tidak mengandung bahan kimia, warna alam ternyata baik untuk kesehatan kulit.
Begitulah ungkapan Rosso, pemilik Rosso Batik, ketika menjelaskan ide membuat batik dari dedaunan. Rosso yang beberapa tahun ini mengembangkan batik alam dari dedaunan, mengaku pewarna alam terbukti awet dan makin cerah kian harinya.
Menggunakan daun sebagai warna alam sangat mudah untuk didapatkan karena banyak tersebar di mana pun dan bisa menghasilkan warna yang indah. Namun, pewarna dari daun ternyata merupakan salah satu pemanfaatan yang selama ini masih jarang digunakan masyarakat.
Warna alam ini berasal dari beberapa dedaunan seperti daun mangga, kayu teger, rambutan, secang. Semua daun bisa digunakan sebagai warna alam tinggal memilih warna apa yang diinginkan.
Menjadikan daun sebagai pewarna batik membutuhkan proses tertentu. Awalnya daun-daun direbus hingga mengeluarkan warna. Sembari menunggu warna dari daun ini, kain blaco sebagai kain batik dibatik terlebih dahulu dan dijemur. Setelah itu, kain blaco tersebut dicelupkan dalam daun selama 15 kali penyelupan hingga mendapatkan warna daun yang merata. Baru kemudian dijemur hingga kering.
“Membuat batik dengan daun juga bisa dikombinasi. Artinya kita bisa mencampurkan warna dari dua daun yang berbeda,” papar Rosso dalam acara Media Fam Trip Royal Ambarukkmo, di Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (26/11).
Pembuatan batik alam memang sangat tergantung dari cuaca. Ketika cuaca panas, batik alam ini akan selesai dalam kurun waktu dua hari. Ssemakin terkena panas, batik alam akan menyerap panas dan membuat warnanya makin cerah. Dengan demikian, keunikan warna justru akan terlihat ketika batik itu lama terpakai.
Hingga saat ini, batik alamnya sudah tersebar di tujuh kota di Indonesia dan menjadi daya tarik wisatawan asing. Dengan harga mulai Rp300 ribu hingga jutaan rupiah, batik alam ini bisa dinikmati masyarakat. “Batik alam menjadi bukti bahwa kekayaan alam bisa menghasilkan produk yang bermanfaat. Bila dikembangkan terus menerus akan mengangkat nama Indonesia,” tambahnya.
Mencintai batik dengan membatik motif langka
Berbeda dengan Rosso yang mencintai batik dengan membuat batik alam, Afif Syakur justru mengkreasi motif–motif langka batik dalam kain sutra. Dengan teknik membatik yang dimiliki, desainer batik ini melakukan modifikasi motif batik dari zaman kuno.
Ketika ditemui dalam acara yang sama, Afif menunjukkan koleksinya batik kuno yang jumlahnya mencapai ribuan. Ia bahkan mengklaim ada yang usianya mencapai 150 juta tahun. Koleksi batik ini ada yang dari Yogyakarta, Solo, Pekalongan, Cirebon, dan beberapa kota lain di Indonesia.
Untuk melestarikan batik kuno, ia pun membatik dengan motif yang sama seperti batik kuno. Kurang lebih 80 persen ia mencontoh motif batik kuno dan selanjutnya melakukan kreasi sendiri. Terbukti karyanya banyak disukai kalangan pejabat dan selebriti, baik domestik maupun mancanegara.
Penulis | : | |
Editor | : | Bambang Priyo Jatmiko |
KOMENTAR