Banyak cara dilakukan untuk mengenalkan isu pelestarian santapan laut. Cara yang paling mudah adalah menggunakan media audio-visual seperti film.
Seperti dilakukan pada sesi diskusi yang diramu dengan movie screening yang diadakan Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional UI, Depok, Jawa Barat, Kamis (13/12) lalu. Kegiatan ini merupakan bagian perhelatan tahunan Global Festival yang tahun ini mengangkat tema "The Festivities of Asia Pacific: A Rising Region in a Changing World."
Ada dua film yang ditayangkan selama kegiatan ini, yakni film animasi singkat yang diproduksi Uni Eropa berjudul “Ending Overfishing” dan tayangan dokumenter penyelamatan sumber daya ikan di perairan Asia Pasifik, khususnya di kawasan Segitiga Terumbu Karang.
Dikatakan Avyanthi Azis, salah satu staf pengajar di Jurusan HI-UI yang fokus pada pengajaran mengenai isu konvensional, termasuk isu lingkungan,"Menyaksikan tayangan tadi bagai mendapat 'wake up call'."
Sumber daya laut yang berkelanjutan mewakili hubungan yang sehat antara manusia dengan alamnya. Simbiosis positif antar keduanya bisa menghasilkan sumber daya laut yang terus-menerus.
Namun, pencarian santapan laut oleh manusia menghadirkan dampak negatif bagi laut. Kita -manusia- tidak segan melakukan illegal fishing menggunakan bom, racun sianida, atau jaring pukat.
Diperkirkan, sudah 70 persen lautan di dunia yang tereksplotasi, berlebihan dieksploitasi, hingga hancur sama sekali.
"Advokasi di sisi produsen dan konsumen sama pentingnya dan perlu dilakukan secara paralel untuk memberikan hasil yang diinginkan, yaitu pemanfaatan sumber daya laut yang seimbang dan menjamin keberlanjutan untuk masa depan," kata Margareth Meutia dari Program Kelautan WWF-Indonesia.
Kegiatan sosialisasi ini diharapkan mampu menyadarkan para pesertanya untuk memperbaiki hubungan manusia dengan lautnya. Baca juga sajian feature lokal National Geographic Indonesia edisi November 2012 dalam Ironi Sajian Bahari.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR