Sumba tampil sebagai kandidat yang ideal energi terbarukan. Selain dari sumber daya air, angin, serta surya, juga satu tidak kalah penting: energi dari biogas.
Memang Sumba adalah "Negeri Padang Sabana". Disebut demikian karena di pulau yang iklimnya kering ini ada areal padang sabana seluas 465 ribu hektare. Pada 2012, total populasi ternak di pulau ini mencapai 121 ribu ekor.
Oleh karena itu Hivos telah mengelola suatu program yang dinamakan "BIRU" (Biogas Rumah). Dalam program BIRU, biogas ini pun kemudian diterapkan untuk kalangan rumah tangga di wilayah pedesaan.
Frans Hebi (65), ialah seorang pensiunan guru di Desa Kabur, Kecamatan Waingapu, Kabupaten Sumba Timur. Selama setahun penuh sejak Februari 2012, Frans dan istrinya Elisabeth Rendi (60), mencukupi kebutuhan energi menggunakan bahan bakar biogas dari kotoran ternak babi mereka.
Keluarga Frans Hebi hanya satu contoh dari banyak keluarga lainnya yang memanfaatkan biogas yang dihasilkan reaktor untuk memasak dan penerangan. Hingga akhir tahun yang lalu, telah dibangun 100 unit biogas digester di rumah-rumah warga, sebagian besar berasal dari peternak babi dan sapi yang mayoritas ditemukan di Sumba.
Koordinator Program BIRU serta Penghubung Hivos di Sumba-NTT, Adi Lagur, mengatakan pemakaian biogas unggul karena bisa lebih ekonomis, modern, dan sehat. "Karena dapur dan kandang ternak lebih bersih dan sehat. Sementara ekonomis karena dengan biaya murah Anda bisa punyak pabrik gas dan pupuk sendiri," katanya.
Bio-slurry
Kalimat terakhir yang dikemukakan oleh Adi Lagur, mengungkapkan, dengan kehadiran BIRU, peternak rupanya bisa menemukan manfaat lain. Ampas biogas atau bio-slurry, yang tersusun dari kotoran ternak terfermentasi, jika diolah dengan benar dapat berfungsi untuk pupuk organik yang menyuburkan tanah.
"Tanah yang diberi bio-slurry menjadi lebih gembur. Serta mudah mengikat nutrisi dan air," terang Adi.
Bio-slurry tidak saja menyediakan bahan organik dan nutrisi yang bermanfaat bagi tanah dan tanaman, tapi juga membawa mikroorganisme probiotik, yang antara lain mikroba pengomposan, mikroba penambat nitrogen, mikroba pelarut fosfat, dan sebagainya.
Setelah keluar dari outlet penyimpanan limbah di reaktor, bio-slurry cair (basah) perlu diendapkan selama kurang lebih satu minggu di lubang penampungan yang ternaungi, tertutup. Ini dilakukan supaya menghilangkan gas yang tidak baik bagi tanaman maupun ternak.
Bio-slurry dapat digunakan langsung pada tanaman jika tidak berbau atau tidak/sedikit mengandung gelembung gas. Pemanfaatan bio-slurry bisa pula sebagai campuran pakan ikan, belut, cacing tanah, dan unggas.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR