Itu bisa dibuktikan, selain peletakan makam, masyarakat Nusantara memiliki pemahaman tata ruang yang diyakini berdasarkan filosofinya. Hani menerangkan, pelokasian tempat-tempat penting oleh masyarakat tradisional bahkan terekam dalam berbagai peta masa kolonialisme Belanda.
Pada makam sendiri, kuburan lokasinya dibagi dan biasanya berada di bukit atau tanah yang menjorok yang semakin ke atas, semakin suci seseorang dikuburkan.
Kamboja adalah yang sering ditemukan di pemakaman kini. Tak hanya Indonesia, beberapa kebudayaan di Asia Tenggara memiliki mitos tentang bunga itu. Misalnya, di Vietnam bunga kamboja adalah representasi dari kematian. Di Thailand bunga itu diberi nama lantom yang tidak boleh ditanam di halaman rumah, dan hanya menjadi tanaman pemakaman.
"Itu karena spelling-nya mirip rantom yang dalam bahasa Thailand berarti keputusasaan. Jadi sangat diusahakan tidak ditanam di halaman rumah untuk menghindari keputusasaan oleh orang-orang di dalam rumahnya," Hariri menambahkan.
Baca Juga: Fenomena Perubahan Iklim: Bunga-bunga Bermekaran di Puncak Gunung
"Walau sekarang, anggapan jelek itu sudah terkikis dan dijadikan sebagai pewangi, sajen, dan digunakan untuk festival tahun baru Thailand."
"Kamboja itu filosofinya banyak banget. Di Filipina dan Indonesia dipercaya sebagai kehadiran makhluk halus."
Sejatinya, bunga kamboja sendiri bukanlah tanaman asli Nusantara, melainkan dari kawasan tropis di Amerika Latin. Hariri memaparkan, bunga kamboja ini ada hubungannya dengan penemuan Christopher Colombus menemukan Amerika.
Salah satu awaknya adalah kakek dari Charles Plumier. Sang kakek mengklaim menemukan aroma bunga saat di laut lepas, sehingga memudahkan Colombus menemukan benua baru itu. Sebaliknya ke Eropa, sang kakek membuat parfum dari aroma ini secara sintetis, meski belum mengetahui bunga apa itu.
Bunga itu baru ditemukan oleh Charles Plumier (1646 – 1704), sebagai bunga yang belum diidentifikasikan, tetapi beraroma mirip dengan parfum buatan kakeknya. Kemudian tanaman ini ditaksonomikan oleh ahli botani Swedia Carl Linnaeus (1707-1778).
"Saya di sini menerka saja, ya, kalau dirunut Lineaus sebenarnya tidak begitu langsung menyebarkan Plumeria ke India, dan penggunaan tanaman ini dalam membuat sesajen dalam ritual-ritual yang bisa ditemukan, dan umumnya beraroma kuat," jelas Hariri.
Baca Juga: Wisata Permakaman Bayi Kambira, Jenazah Bayi Yang Dikubur di Pohon
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR