Pemerintah DKI Jakarta baru saja melakukan kegiatan Replanning Kawasan Pantura Jakarta, sebagai bagian pengembangan rencana strategis perbaikan daya dukung dan daya tampung Provinsi DKI Jakarta.
Sehubungan dengan rencana tersebut, Indonesia Water Institute sebagai salah satu lembaga pengkajian dalam bidang air, sumber daya air dan lingkungan memprakarsai Seminar International tentang Pusat Pengelolaan Terpadu Limbah dan Utilitas Pendukung Lingkungan Lepas Pantai atau Sea‐side Integrated Waste and Environmental Management Facilities (SIWEMSF) pertama yang dibangun di Indonesia.
Seminar ini diselenggarakan pada hari Rabu, 5 Juni, bertepatan dengan Hari Lingkungan Dunia 2013 serta dalam momentum peringatan Hari Jadi Kota Jakarta ke‐486. Menurut Sarwo Handhayani, Kepala Bappeda DKI Jakarta, replanning kawasan dapat menyediakan tambahan ruang baru seluas kurang lebih 5.200 hektare pada 13 pulau baru hasil reklamasi.
Salah satunya adalah wilayah baru hasil reklamasi seluas 344 hektare, yang akan dibikin SIWEMSF. Wilayah baru ini akan membantu menyelesaikan persoalan krusial keterbatasan lahan dan sekaligus upaya penanganan limbah dan utilitas pendukung lingkungan bagi Jakarta.
Dalam sesi diskusi "Kebijakan dan Strategi Pengembangan TPA untuk Kota Metropolitan", Rudi Arifin dari Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman-Dirjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum mengatakan, pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan proporsional, efektif, dan efisien.
"Pertama dengan perubahan paradigma dalam pengelolaan sampah. Di hulu pengelolaan sampah tidak lagi kumpul-angkut-buang, melainkan dikelola dengan reduce, reuse, dan recycle," ujarnya. "Kita harus melihat manfaat ekonominya, bagi manusia dan lingkungan, sampah sebagai suatu sumber daya."
Untuk pengelolaan di hilir, Rudi menambahkan, tiap-tiap TPA dibangun di lahan urug saniter dan dibantu penerapan teknologi ramah lingkungan karena TPA pun memiliki batasan panjang umur. Ada beberapa jenis teknologi pengelolaan sampah di antaranya secara fisik, secara kimia, secara biologi, secara termal.
"Masalahnya di metropolitan ini tingkat kepadatan penduduk tinggi, lahan juga terbatas. Maka TPA tak berwawasan lingkungan," tuturnya.
Sebetulnya kewajiban untuk melakukan pengelolaan dan pengolahan limbah padat perkotaan secara terpadu dan berkelanjutan telah diatur di dalam UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Namun pelaksanaannya selalu dihadapkan pada permasalahan tidak tersedianya ruang untuk lokasi TPA. Serta kendala sosial dan lingkungan, selain masalah beban biaya dan pembiayaan yang harus dipikul oleh pemerintah daerah dan masyarakat setempat.
SIWEMSF diharap akan menjadi solusi bagi permasalahan tersebut baik secara jangka menengah bahkan jangka panjang, khususnya bagi kota‐kota besar pinggir pantai seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, Denpasar, Makasar, Manado, dan kota‐kota lain.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR