Suatu sore, saya tengah menelaah rak buku petunjuk perjalanan (guidebook) di toko buku di mal di Jakarta. Kepala sontak menoleh, saat mendengar sepasang pria dan perempuan tengah meributkan guidebook dari penerbit manakah yang paling pas untuk menemani keduanya bepergian ke Taiwan.
Karena pandangan mereka mengarah pada saya—dapat diterjemahkan sebagai pertimbangan dari pihak luar—saya pun memberikan pandangan. Apalagi menyoal Ilha Formosa, karena saya baru saja menuntaskan perjalanan jurnalistik ke sana (baca: Sepanjang Pantai Barat Ilha Formosa dalam National Geographic Traveler Vol. 3 No.5).
Hal penting yang saya kemukakan pada mereka—di luar tips keliling Taiwan—kebanyakan buku petunjuk perjalanan tidak selalu memuat informasi terlengkap atau 100 persen sesuai keinginan si pengguna. Namun, setidaknya mendekati minat serta memberikan gambaran yang mudah dicerna, diikuti, bahkan disimulasikan oleh pejalan sebelum bepergian.
Buku petunjuk perjalanan, guidebook alias travelbook memiliki kecenderungan. Maka pengguna perlu menyaring isinya atau mendapatkan inspirasi darinya, sehingga keberadaan buku itu benar-benar menjadi teman perjalanan.
Contoh terbaru dari perjalanan saya dan pasangan adalah ketika maskapai penerbangan kami menunda keberangkatan dalam waktu tidak menentu akibat typhoon atau dalam bahasa lokal disebut Bagyong Bebeng (Aere) tengah melanda kawasan Bicol, Filipina. Tiga pejalan asal Shanghai, Cina, menawarkan kami berbagi biaya menyewa van menuju Ibu Kota Manila.
Namun kami menolak, karena pertimbangan mobil kecil mungkin tidak dapat melewati daerah terdampak banjir. Sebagai gantinya, kami mengajak mereka bertiga naik bus malam dari Terminal Bus Legazpi. Semula mereka ragu, dan akhirnya mengikuti kami membeli tiket bus.
Uniknya, salah seorang dari mereka membuka buku petunjuk perjalanan persis milik kami! Artinya, mereka tidak ngeh soal bus, karena mungkin tidak menelaah isi buku dengan seksama, bisa jadi hanya memilih hal-hal yang menarik saja.
Di sisi lain, kelengkapan buku petunjuk perjalanan menjadi kurang atau bahkan tidak berarti ketika si pengguna tidak mengerti bagaimana memaksimalkan informasi yang tersedia.
Buku petunjuk perjalanan manakah yang terbaik untuk Anda, berpulang kepada selera masing-masing. Mengingat—sekali lagi—di pasaran buku semacam ini memiliki kecenderungan.
Contohnya untuk destinasi Taiwan, guidebook A sama sekali tidak menyinggung tentang Changing of The Guards di Chiang Kai-Shek Memorial Hall, Taipei. Sementara travelbook B membahasnya sedemikian mendalam ditambah foto menarik.
Dapat digarisbawahi bahwa dari kondisi-kondisi ini, tidak diperlukan ketergantungan atas buku petunjuk perjalanan tertentu. Sekaligus dengan kata lain, sebelum memutuskan membeli, silakan ditelaah secara mendetail; manakah yang paling mendekati kebutuhan.
Fasilitas pendukung yang disediakan para penerbit buku petunjuk perjalanan antara lain updating materi buku secara online, serta membuka forum tanya-jawab antarpengguna produk mereka. Hasilnya, pejalan dapat lebih memaksimalkan waktu kunjungan dan melihat tempat-tempat baru berdasar rujukan sesama pejalan di luar materi buku yang telah ia baca.
Lantas, apa yang “diberikan” para pengguna buku petunjuk perjalanan kepada penerbitnya? Menuliskan feedback, seperti koreksi atas alamat, lokasi atau rujukan destinasi dapat dilakukan sebagai bentuk kepedulian.Sebagai tanda terima kasih, mereka memuat nama-nama pejalan yang paling membantu dalam lembar acknowledgements di edisi selanjutnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR