Harimau terakhirnya Indonesia. Indonesia pernah memiliki tiga anak-jenis harimau yang tinggal di tiga pulau terpisah, Bali, Jawa, dan Sumatra. Kucing belang itu pun punah satu persatu, mulai dari pulau terkecil. Kini tinggal Sumatra yang menyisakan harapan.
Habitatnya terus menciut. Kerusakan dan kehilangan habitat merupakah ancaman utama bagi harimau sumatra. Ancaman berikutknya adalah perburuan illegal untuk mensuplai perdagangan gelap satwa liar.
Dalam 23 tahun terakhir hingga tahun 2009, Sumatra telah kehilangan hutan seluas 12,5 juta hektare atau setara dengan luas Pulau Jawa. Selama periode tersebut, rata-rata hutan seluas delapan kali luas daratan Jakarta lenyap setiap tahunnya.
Populasinya tidak diketahui pasti. Menghitung harimau memang bukan pekerjaan mudah. Meskipun bukan pekerjaan mustahil, penghitungan harimau memerlukan sumberdaya yang sangat besar. Pasalnya, untuk mendapatkan sampel yang cukup, diperlukan ratusan atau bahkan ribuan kamera otomatis yang harus dipasang secara simultan di seluruh kawasan atau daerah yang mewakili beragam tempat hidup harimau.
Padahal, mencari pendanaan untuk melakukan kegiatan seperti itu sama sekali bukan hal mudah. Akibatnya hingga sekarang, pemerintah masih menggunakan angka perkiraan populasi yang telah digunakan sejak tahun 1994, yang hanya didasarkan pada perkiraan beberapa ahli konservasi satwa.
Konflik dengan harimau dapat dicegah. Dari sekian banyak insiden konflik antara harimau dengan manusia atau ternaknya, sangat diyakini bahwa konflik sebenarnya dapat dicegah.
Perubahan sikap dan aktivitas manusia adalah salah satu kuncinya. Karena manusialah yang lebih mudah untuk dididik, maka sudah semestinyalah manusia yang seharusnya dapat menghindarkan konflik dengan harimau.
Harimau dapat dilestarikan. Penurunan populasi harimau tidak saja dapat dihentikan; populasi raja rimba itu bahkan bisa ditingkatkan atau dipulihkan. Hanya saja, pemulihan itu memerlukan komitmen yang serius. Ini hendaknya dimulai, secara simultan, dari komitmen pucuk pimpinan negara. Selanjutnya, hal itu perlu didukung oleh tokoh-tokoh kunci, yang selanjutnya diikuti oleh masyarakat luas.
Selain itu, habitat harimau yang tersisa perlu dipastikan keamanannya, sedangkan habitat yang rusak harus segera diperbaiki.
Pada saat yang sama, konflik harus ditekan dan bisa masih terjadi, harus ditangani secara cepat dan efisien. Upaya itu perlu terus-menerus didukung oleh masyarakat luas. Bila itu dilakukan, yakinlah, kita tidak perlu repot-repot membiakkan harimau, mereka akan beranak-pinak sendiri
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR