Sejak beberapa tahun belakangan, sudah banyak pakar astronomi yang menyatakan adanya air di Bulan --satelit milik Bumi. Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) pernah menuliskan bahwa alasan keberadaan air di Bulan, sama dengan dalil adanya air di Bumi.
Air, dalam wujud nyata atau pun komponen macam hidrogen dan oksigen, didepositokan di Bumi saat pembentukan awal. Kebanyakan berasal dari masa Bombardir Berat Akhir, kala terjadi tumbukan dengan komet dan asteroid.
Namun, karena pengaruh gravitasi Bulan, mayoritas dari suplai air di Bulan sudah menguap dan terbawa ke luar angkasa. Tapi hanya mayoritas jumlah air, tidak kesemuanya.
Kali ini, studi terbaru yang dimuat dalam jurnal Nature Geoscience menemukan bukti bahwa air dibawa ke permukaan Bulan dari dalam mantelnya akibat tumbukan berulang pada masa lampau. Pemimpin studi, Rachel Klima dari Johns Hopkins University, menyatakan bahwa air yang ada ini bukan berasal dari komet yang tercampur dan kemudian keluar lagi ke permukaan. Tapi ini adalah air yang memang sudah ada sejak sejak awal.
Tanda adanya air terbaru adalah dalam wujud molekuk hidroksil yang terdeteksi di puncak Kawah Bullialdus. Hidroksil merupakan molekul terdiri dari atom oksigen yang terhubung dengan atom hidrogen. Pasangan ini kerap dipandang sebagai suk-struktur dari molekul air.
"Hidroksil bisa terbentuk ketika hidrogen di angin Matahari membentur mineral batu pada permukaan Bulan," jelas Klima.
Ia dan koleganya juga tidak menemukan adanya hidroksil lain di sekitar permukaan Bulan. Satu-satunya yang mereka temukan hanyalah di kawah tersebut. Menurut Klima, ini terjadi karena di kawah itu terdapat batu-batuan yang berasal dari dalam Bumi dan terbawa ke permukaan. "Di situlah kami menemukan jejak hidroksil, ujar Klima.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR