Aroma tanah basah mengiringi perjalanan menembus belantara Alas Purwo. Jalan memang tak mulus, namun memadai buat lawatan di pucuk timur Jawa yang dikenal wingit.
Siang itu, padang ilalang Sadengan sunyi senyap. Inilah jendela bagi kehidupan satwaliar Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur. Kerumunan rusa timor terlihat jauh di ujung padang. Terik menggiring banteng jawa menyelinap ke dalam hutan, berteduh.
Dari menara pengamatan, sekelompok mahasiswa Fakultas Biologi Universitas Pajajaran, Bandung, menelisik kehidupan rusa timor (Cervus timorensis), banteng jawa (Bos javanicus), dan merak (Pavo muticus).
“Tadi pagi ada 72 ekor Banteng. Sekarang sepi, masuk hutan,” terang salah satu mahasiswa yang asyik mengamati dengan teropong. Sementara Merak di Sadengan terdiri dari lima kelompok besar.
Mudahnya berjumpa aneka hidupan liar membuat hutan di bumi Blambangan ini menjadi ajang penelitian dan pembelajaran. Para mahasiswa itu juga mengamati burung, serangga, dan tumbuhan. Mereka tersebar di berbagai lokasi, menyisir setiap detak makhluk hidup Alas Purwo.
Keasyikan mahasiswa mengamati satwa melecut kami untuk sejenak menunggu kedatangan para banteng. Dua pohon rimbun yang tegak berdiri di padang rumput kerap menjadi tempat berteduh satwa serupa sapi itu.
Hewan-hewan yang hidup bebas menambah nuansa wingit alam liar di ujung timur Pulau Jawa ini. Lekat dengan sejarah masa silam, mandala ini dikenal sebagai salah satu titik eksodus warga Majapahit.
Jejaknya terlihat hingga kini. Salah satunya, Pura Giri Seloka yang memancarkan pesona religi. Saban tahun, umat Hindu menggelar hari raya Pagerwesi, bersembahyang di pura.
Upacara sakral itu rutin digelar setiap tujuh bulan pada Rabu Kliwon, Wuku Sinta. Pagerwesi berarti pagar dari besi yang melambangkan kekuatan spiritual bagi manusia. Ilmu ini diyakini berasal dari Tuhan yang Maha Esa.
Pagelaran Pagerwesi melewati tiga tahap: palemahan, pawongan dan khayangan. Palemahan berupa sesaji bagi tanah sebagai santapan Bhatara Kala; Pawongan merupakan penurunan ilmu dari para dewa; dan Khayangan sebagai rasa syukur atas limpahan ilmu.
Citra spiritual juga terpancar dari sejumlah situs religius. Di Pancur, 9 kilometer sebelum Plengkung, misalnya, terdapat air yang seolah memancur, menembus batuan cadas. Air tawar yang bermuara di pantai Pancur ini diyakini berkhasiat bisa membuat awet muda. Saat 1 Suro, banyak peziarah berkunjung ke situs yang terletak di belakang kantor Resor Taman Nasional itu.
Reputasinya sebagai tempat pemurnian jiwa memanggil para lelana, pengembara spiritual, menempa diri di Alas Purwo. Staf Taman Nasional Alas Purwo, Vera Trisnawati, mengingatkan ihwal keberadaan para lelono, pengelana spiritual. “Jangan kaget kalau ketemu para lelono,” ujarnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR