Martin Claussen, Director of the Department The Land in the Earth System, Max Planck Institute for Meteorology (MPI-M) dan timnya, melakukan analisa terhadap sejauh mana keanekaragaman tumbuhan bisa mempengaruhi stabilitas interaksi antara iklim dan tanaman. Penelitian ini sendiri dipublikasikan di jurnal Nature Geoscience.
Ternyata, lingkungan hidup di daratan dan iklim saling mempengaruhi satu sama lain. Tanaman membutuhkan sinar matahari dan hujan. Lalu mereka mengelola perubahan panas di antara tanah dan atmosfir dan juga penguapan serta penyimpanan air di tanah.
Interaksi ini bisa jadi sedemikan kuat sehingga pergeseran mendadak pada ekosistem dan iklim bisa saja terjadi, seperti yang dicontohkan oleh tanaman dan padang pasir di Afrika utara.
Contoh di Sahara
Sekitar 15 tahun lalu, Martin Claussen, Victor Brovkin, dan beberapa rekannya menyimpulkan bahwa, mengingat sejumlah pertimbangan teoritis, beberapa ribu tahun lalu, Sahara jauh lebih hijau dibanding saat ini. Gurun tersebut meluas menjadi ukurannya sekarang dalam hitungan beberapa ratus tahun saja.
Meski sejumlah catatan geologis tampaknya mendukung hipotesesi ini, satu-satunya catatan vegetasi dari Sahara, yang didapat oleh Stefan Kroeplin dari temuan tepung sari di endapan danau Yoa, timur laut Republik Chad, tampaknya membuktikan teori yang berbeda.
(Baca juga: Lingkaran Peri di Gurun Namibia)
Dari bukti-bukti tersebut, diketahui bahwa tidak ada perubahan mendadak pada vegetasi dan curah hujan di Sahara. Yang ada hanyalah tren perubahan bertahap menuju iklim kering. Tren ini disertai fluktuasi besar terhadap luas kawasan vegetasi.
Sejauh ini, berbagai upaya untuk menyatukan antara teori dan data tidak berjalan dengan baik. Namun, temuan baru kali ini tampaknya membuka peluang untuk memecahkan masalah.
Keanekaragaman tumbuhan sangat berpengaruh
Dalam studinya, Martin Claussen, Sebastian Bathiany, Victor Brovkin dan Thomas Kleinen dari MPI-M mengeksplorasi ide bahwa keanekaragaman tanaman bisa mempengaruhi dinamika interaksi antara iklim dan vegetasi.
Dalam pemodelan yang dibuat, mereka menyertakan sejumlah tipe tanaman yang sangat sensitif terhadap perubahan pada curah hujan dan menyebabkan sistem interaksi vegetasi-iklim menjadi tidak stabil. Tipe tanaman lain, yang lebih mampu menghadapi musim kering dan lebih tahan terhadap curah hujan juga diikutsertakan.
Jika kedua tipe tanaman berinteraksi dengan iklim secara simultan, maka tanaman yang beranekaragam cenderung untuk melemahkan ketidakstabilan interaksi antara iklim dan vegetasi. Sistem ini menunjukkan fluktuasi yang kuat dan bisa dilihat dari data Kroepelin, namun perubahan mendadak tidak lagi terlihat.
Namun yang menarik, sistem "vegetasi-iklim" juga menjadi stabil jika pada pemodelan, jumlah tanaman tipe sensitif diubah-ubah. Seperti diketahui, beberapa jenis tanaman sensitif terhadap perubahan kecil pada curah hujan di iklim lembab, sementara tanaman lain bisa bertahan meski hanya dengan sedikit air namun bereaksi cepat terhadap hadirnya kekeringan.
Studi ini menyediakan penjelasan atas rekonstruksi yang dilakukan oleh Kroeplin terhadap perubahan vegetasi dan iklim di kawasan utara Afrika beberapa ribu tahun lalu. Prinsip bahwa keanekaragaman tanaman bisa mempengaruhi kestabilan interaksi iklim-vegetasi bisa berlaku di sini.
Penulis | : | |
Editor | : | Deliusno |
KOMENTAR