PENGINAPAN
Sebagai mahasiswa pascasarjana yang harus berjuang untuk bertahan hidup, saya tidak mampu tinggal di hotel. Namun tak ada salahnya juga saya berhenti di Hotel Sofitel yang elegan dan menempati sebuah wastu yang didirikan pada tahun 1920-an oleh tokoh perkapalan terkemuka Nicolas Mihanovich. Beroperasi sejak tahun 2002, Hotel Sofitel menampilkan atrium penuh cahaya yang, menurut penerbit dan pengarang Mario Banchik asal Buenos Aires, “menciptakan sensasi seakan lobi hotel ini terletak di luar ruangan.”
Saat Banchik menyodorkan daftar penginapan paling otentik di Buenos Aires miliknya pada saya, ia menjelaskan, “Saya memilih tempat-tempat dengan atribut arsitektur yang unik dan berbeda.” Dan ini mencakup hotel-hotel seperti Sofitel yang kini menjadi bagian dari jaringan manajemen hotel internasional. Yang menarik dari Palacio Duhau Park Hyatt antara lain sejarahnya sebagai bekas tempat tinggal keluarga hebat yang dibangun pada era 1930-an. “Palacio Duhau dengan atap mansard dan hiasan dekoratifnya merupakan bangunan berbeda terakhir di bagian kota yang sarat dengan pengaruh Prancis ini,” ia berkata. Yang ia maksud dengan mansard yaitu atap 2 lapis dengan sudut kemiringan yang berbeda.
Penginapan lokal menarik lainnya, walaupun lebih kecil, adalah butik ho-tel dengan tema tango, Mansión Dandi Royal, di San Telmo. Seluruh lan-tai kayunya berkilau dengan tangga ber-kelok dan hiasan motif tango di kamar-kamarnya, “Mansion Dandi,” ujar Banchik, “juga mengelola akademi seni tari tango.”
Berjarak tiga blok dengan kategori penginapan yang berbeda adalah Telmotango Hostel Suites. “Walaupun berkategori hostel, Telmotango tergolong mewah untuk kelasnya,” ujar Banchik. Area penerimaan tamu, di lantai dua, sangat terang—langit-langit kaca menyaring masuk cahaya alami—dan disesaki oleh pelancong yang mengobrol. Sebagian duduk di kursi berbungkus beludru sambil menyeruput kopi se-mentara lainnya bertanya mengenai les tari tango yang akan diadakan di teras. Bangunan berusia 130 tahun ini memiliki langit-langit tinggi dan dilengkapi hiasan seperti lampu gantung di kamar mandi.
Kebanyakan apartemen menempati bangunan tinggi, tetapi di area seperti San Telmo, kami berkeliling bangunan rumah-rumah rendah yang belakangan berfungsi sebagai hotel.Banchik menunjuk Hotel Butik Gurda Tango berkamar tujuh, casa charizo (“rumah sosis”) awal tahun 1920-an, rumah besar terbagi dua dengan barisan kamar-kamar menyerupai mata rantai sosis, saling berhadapan. “Saat itu anggota keluarga berjumlah banyak. Anak-anak yang sudah menikah tinggal bersama orang tua mereka,” Banchik menjelaskan. Hotel Gurda, yang setiap kamarnya memiliki dekorasi berbeda serta menampilkan karya seni lokal, juga perpaduan pe-ra-bot modern dan antik, sulit untuk di-kategorikan. “Bergaya Prancis, sekaligus Italia... eklektik,” Banchik menambahkan.
Di sisi lain kota, wilayah Palermo, terdapat dua hotel kecil yang menempati bangunan-bangunan bersejarah: Miravida Soho dengan pelayanan bersahabat dan tarif relatif murah di se-buah wastu yang direstorasi pada era 1930-an; dan Algodon Mansion yang baru dan mewah, penginapan butik yang menempati rumah bergaya klasik Perancis tahun 1912. Di sini juga terdapat losmen pertama kota ini, 1555 Malabia House, yang menawarkan pengalaman berbeda di Buenos Aires: losmen ini memanfaatkan biara abad ke-19 yang, sebagaimana dikatakan manajernya Romina Giunta, “Renovasi disesuaikan untuk mempertahankan ciri khas sejarahnya.”
KEHIDUPAN MALAM
Waktu sudah mendekati pukul 6.00 pada Minggu pagi, saat saya dan Diego Curubeto menyelesaikan maraton kami ke tempat-tempat hiburan malam.Kami keluar dari Crobar, klub dengan musik membahana hingga waktu sarapan. Kehidupan malam sudah menjadi bagian dari pekerjaan Curubeto yang meliput sinema dan musik populer untuk harian finansial Ambito Financiero.
Pilihan pertamanya adalah Esquina Homero Manzi, kafe kuno dengan dinding panel kayu dan dekorasi fileteado, seni lukis setempat yang membuatnya berbeda. Nama kafe ini diambil dari nama penulis lirik lagu tango terkenal “Sur,” saat kafe ini masih terletak di Avenida Boedo—dan tari tango hingga kini merupakan atraksi utama di sini. Ia juga menyarankan pesta dansa milonga setiap Rabu di Club Atletico Fernandez Fierro, yang lengkap dengan orkestrasinya.
Kehidupan malam tradisional me-rupakan dunia yang berbeda di Buenos Aires. Revista portena—semacam per-tunjukkan kabaret yang menampilkan komedi singkat, penari perempuan, dan sindiran politik—tampil di Avenida Corrientes dipersiapkan untuk para wisatawan berbahasa Spanyol,” kata Curubeto tentang Avenida Corrientes yang disebut-sebut sebagai Broadway-nya Buenos Aires.
Ditemani segelas mojito di kafe berwarna merah yang meriah, Soul, di distrik penuh kehidupan dan keriaan Las Canitas di Palermo, Curubeto mem-perkenalkan saya kepada Agustin Contepomi, seorang video-jockey dan mu-sisi setempat. Saat kami berjalan me-nyusuri Las Canitas pada pukul satu dini hari, para pelanggan—dengan gelas berisi minuman koktail di tangan—tempat yang se-dang hype Unico Bar, tumpah ruah me-menuhi trotoar.
Curubeto sendiri lebih menyukai tem-pat yang tenang seperti Makena Cantina Club, di mana band beraliran mu-sik blues bermain di panggung mezzanine. Roxy Live Bar, yang tak jauh letaknya, memiliki ruang pertunjukan relatif intim. Curubeto menyapa musisi rock legendaris Amerika Latin Charly Garcia, yang menyaksikan penampilan sebuah band di mana pemain bas-nya, Zorrito Von Quintiero—pemilik Kafe Soul—sebelum keduanya memulai tur ke Peru dan Chili.Penyanyi utama Fabio Posca, juga seorang komedian panggung, menampilkan serangkaian lelucon yang membuat tempat ini dipenuhi tawa.
Saat fajar mulai menyingsing, Curubeto menyarankan kami melan-jut-kan ke Levitar, bar yang tutup siang hari—tetapi saya menolak. Pada akhir pe-kan, setelah brunch pada Minggu, Buenos Aires pun tertidur. Jika tidak, manalah saya bisa bertahan hidup di sini.
Kisah ini pernah dimuat di majalah National Geographic Traveler edisi Juli 2011.
Penulis | : | |
Editor | : | Oik Yusuf |
KOMENTAR